Banyak Koperasi Belum Dikelola Secara Profesional

Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sumbar, Endrizal

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sumbar, Endrizal, mengatakan, kondisi rata-rata koperasi  yang ada di Sumbar saat ini, memang  masih terkesan dadakan dan belum dikelola secara profesional. Eksistensi sebagian besar koperasi, bahkan malah bergantung terhadap aneka jenis  bantuan yang dikucurkan pemerintah.

“Kelemahan kita saat ini rata-rata KUD masih  dadakan, masih banyak dari mereka yang ketergantungan dana bantuan Pokir (Pokok pikiran, red). Kondisi ini tentu sangat jauh dari tujuan dan cita-cita koperasi yang sebenarnya,” ucapnya kepada Haluan Rabu (12/3).

Menurut Endrizal, situasi itu terjadi karena  berbagai hal. Seperti lemahnya manajemen, sumber daya manusia, kurangnya inovasi, hingga rendahnya komitmen dari pengurus maupun anggota koperasi untuk menunaikan kewajibannya

“Persoalan-persoalan seperti itu telah terjadi selama bertahun-tahun. Untuk itu, ke depannya kita berharap agar pembentukan koperasi baru, mesti sesuai dengan kebutuhan, kondisi serta potensi daerah. Kualitas inilah yang hendak kita tingkatkan kembali.”  ucapnya.

Dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaan koperasi yang ada di Sumbar, Dinas Koperasi dan UMKM Sumbar terus mendorong koperasi- koperasi  yang saat ini masih didominasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) segera bertransformasi menjadi koperasi usaha. 

Transformasi ini, menjadi keharusan. Apalagi, banyak sekali KSP yang menghadapi persoalan gagal bayar karena masih kurang maksimalnya upaya penagihan pinjaman yang dilakukan pengurus.

“Pengawasan dan pembinaan bersama Dinas Koperasi Kabupaten/Kota, akan kita tingkatkan. Termasuk dalam hal penagihan, jangan sampai yang menagih orangnya itu itu saja sehingga anggota tidak lagi segan untuk tidak membayar pinjaman,” tuturnya.

Kondisi hidup segan mati tak mau,  juga dialami hampir seluruh Koperasi Unit Desa (KUD) pertanian yang ada di seluruh Sumbar. Ratusan KUD itu, kini juga masih terbilang lemah dalam bidang pemasaran potensial pertanian di daerahnya.


Berangkat dari kondisi itu, Dinas Koperasi dan UMKM Sumbar melalui penyelenggaraan berbagai kegiatan pelatihan budidaya dan pengolahan, menargetkan seluruh KUD bisa berperan sebagai aktor distribusi produk olahan pertanian yang ada di daerah. “Dinas Koperasi dan UKM juga sedang mencoba mengembangkan pasar produk pertanian olahan potensial Sumbar ke negara Malaysia, Kamboja hingga Timur Tengah melalui koperasi yang ada,” ucap dia.

Guna membuka peluang market pasar potensial baru  produk pengolahan hasil tani Sumbar ini, kata Endrizal, pihaknya baru-baru ini bahkan telah meneken kontrak kerjasama dengan PT Pos Indonesia. Dijelaskannya, melalui kerja sama tersebut, setiap aktivitas ekspor produk pertanian Sumbar ke luar daerah maupun luar negeri, diberikan diskon 50 persen biaya pengangkutan dengan menggunakan moda transportasi udara.

“Kerja sama dengan PT Pos ini akan mengurangi biaya pengiriman. Artinya Dinas Koperasi dan UKM, memfasilitasi mulai dari pelatihan budidaya, pengolahan produk hulu ke hilir, standarisasi packing sampai kepada aspek pemasaran,” jelasnya.

Kepala Bidang Kelembagaan Koperasi Dinas Koperasi dan UMKM Sumbar, Junaidi menyebut, menjadikan Koperasi Unit Desa (KUD) pertanian di Sumbar sebagai aktor utama bisnis pengolahan produk pertanian, masih sering terkendala dengan minimnya penerapan teknologi pengolahan.

Bahkan dari 192 unit KUD pertanian yang ada, aktif sebanyak  64 unit, sisanya 128 unit sudah tak beroperasi lagi. Pada tahun 2022 lalu, pihaknya pernah memfasilitasi pembiayaan dari pihak perbankan terhadap salah satu koperasi yang bergerak di bidang pertanian jagung.

Namun ketika itu pihak off taker telah tersedia, ternyata kualitas produk yang dihasilkan tidak sesuai harapan lantaran teknologi pengolahan yang diterapkan saat itu belum mumpuni. “Penyebabnya karena tingkat kekeringan jagung tidak pas sehingga berjamur di perjalanan. Jadi selain teknologi pengolahan, persoalan bibit, jarak perjalanan dan keseragaman jenis jagung juga berpengaruh,” ucapnya.

Tidak seragamnya jenis, kualitas  serta kelembaban jagung milik koperasi yang pada awalnya telah disepakati pihak off taker untuk dibeli ketika itu, lanjut Junaidi, juga tidak terlepas dari berbeda-bedanya jenis bibit jagung yang dibeli koperasi dari petani sekitar ketika itu.

Meski demikian, sebut Junaidi, beberapa KUD pertanian di daerah lainnya, juga ada yang  terbilang berhasil melindungi petani dari praktek spekulasi harga  merugikan yang sering dilakukan para tengkulak pada saat musim panen.

“Beberapa koperasi juga ada yang menjadi barometer harga jual hasil panen, artinya, jika mereka membeli hasil panen 7 ribu perkilo, para tengkulak pasti akan membeli hasil panen petani diatas harga yang ditetapkan koperasi,” pungkasnya. (*)

Exit mobile version