Ketiga, angka perkawinan anak belum menunjukkan penurunan yang siginifikan bahkan meningkat pasca pengesahan UU No 16 tahun 2019 yang menaikkan usia kawin perempuan menjadi 19 tahun.
Keempat, angka kehamilan remaja yang disebabkan ketidaksiapan remaja mengelola perkembangan dirinya secara komprehensif sehingga berujung pada persoalan turunan. Sebesar 7,1 persen kehamilan adalah kehamilan tidak direncanakan.
Kelima, jumlah perkara kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan melaporkan,98,3 persen terjadi dalam rumah tangga.
“Data kekerasan dalam rumah tangga yang berakhir cerai cenderung meningkat. Kondisi ini belum termasuk rumahtangga yang dipertahankan dalan kondisi kronik,” ulasnya lagi.
Keenam, usia perceraian didominasi antara umur 20 – 30 tahun sebanyak 48,6 persen dan usia dibawah 20 tahun sebanyak 3.51 persen.
Ketujuh lanjut Kasubdit, faktor ekonomi menyebabkan percekcokan dan perceraian serta mengakibatkan kualitas kehidupan keluarga tidak sejahtera. (*)