PADANG, HARIANHALUAN.ID — Berdasarkan hasil pemantauan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Selasa (1/7), terdapat 611 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini bertambah 245 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Dari 611 titik panas terdeteksi, 17 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 573 titik skala sedang, dan 21 titik skala rendah. Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0–29, skala sedang 30–79, dan skala tinggi 80–100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Sumatera Utara, sebanyak 186 titik. Aceh menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 152 titik. Sumatera Selatan berada di posisi ketiga sebanyak 45 titik panas.
Sebanyak 40 titik panas terdeteksi di Sumatera Barat, Jambi menyusul dengan 30 titik panas, serta Riau dan Jawa Timur masing-masing memiliki 30 dan 17 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
Sebelumnya, Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Minangkabau Padang Pariaman Desindra Deddy Kurniawan menyampaikan, sejak pertengahan Mei 2025 sebagian besar daerah di Sumbar memasuki musim kemarau. “Selama Juni 2025 terpantau banyak titik api di Sumbar. Tertinggi pada 2 Juni ada 136 titik, lalu 21 Juni terdapat 69 titik serta, 24 Juni ada 61 titik. Sisanya di bawah 60 titik per hari,” katanya. (*)