Kendati demikian, Aidinil mengakui bahwa ada pula pihak yang menentang keputusan MK ini. Mereka menilai, pelaksanaan pemilu secara terpisah akan membebani anggaran, tenaga, dan waktu. “Kalau dilakukan serentak, secara anggaran jelas lebih hemat. Pelaksanaan pemilu dalam satu waktu menghindari pengeluaran ganda,” ujarnya.
Meski begitu, Aidinil menegaskan bahwa pelaksanaan pemilu serentak juga menyimpan masalah besar, terutama dalam aspek teknis dan administratif. Ia mengingatkan kembali kerumitan pemilu 2019 yang melibatkan lima jenis pemilu sekaligus.
“Pemilu 2019 itu sangat kompleks. Banyak pihak menyebutnya sebagai pemilu paling rumit di dunia. Surat suara banyak jenisnya, distribusi logistik kacau, hingga proses rekapitulasi berlapis,” katanya.
Menurutnya, beban kerja penyelenggara sudah sangat berat pada saat itu. Bahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaporkan lebih dari 890 petugas pemilu meninggal dunia dan ribuan lainnya jatuh sakit karena kelelahan. “Ini bukan cuma soal teknis pemilu, tapi sudah menyangkut hak hidup para petugas. Kita juga harus melihat aspek prinsipil, apakah pemilu kita sudah free and fair?” ujar Aidinil.
Ia juga menilai pemilu serentak telah menyebabkan kebingungan di kalangan pemilih. Banyak yang tidak mengenal kandidat di tingkat daerah karena informasi terlalu menumpuk pada level nasional. Banyak pemilih yang salah memilih atau surat suaranya tidak sah, terutama untuk calon legislatif. Banyak juga bahkan yang tidak tahu siapa kandidat yang terpampang di surat suara.
Dengan sistem pemilu yang dipisah, Aidinil optimistis pemilih akan lebih mengenal calon-calon di daerahnya. Hal itu berpotensi meningkatkan partisipasi pemilih. Oleh karenanya, putusan MK ini bisa menjadi angin segar bagi daerah-daerah seperti Sumatera Barat, yang sempat mengalami Pemungutan Suara Ulang (PSU). “Banyak PSU itu terjadi karena beban kerja penyelenggara yang terlalu berat, bukan karena kecurangan,” kata Aidinil.
Ia menyimpulkan, dari sudut pandang demokrasi, pemisahan pemilu ini bisa menjadi solusi. Namun dari sisi efisiensi, tentu menjadi tantangan baru. (*)