Pengakuan resmi pemerintah terhadap produk halal baru muncul setelah tahun 2000. Persisnya 2002, ketika Provinsi Daerah Otonomi Ningxia Hui mulai mengatur dan menerapkan sistem sertifikasi halal dengan membentuk Komite Sertifikasi Makanan Halal (Halal Food Certification Committee). Setelah itu, sistem serupa diterapkan di Provinsi Gansu, Qinghai, Xinjiang, dan Yunnan.

Pemerintah Tiongkok mulai menyusun dan menetapkan standar halal sejak 2009–2011, dan mulai berlaku secara nasional pada tahun 2012. Dikenal dengan istilah GB/T 27457-2012, standar itu mengatur proses produksi, bahan, penyembelihan, dan distribusi makanan halal sesuai syariat Islam.
Otoritas yang mengatur makanan halal di China adalah gabungan dari lembaga pemerintah, asosiasi Islam resmi, dan pemerintah lokal. Badan pemerintah tingkat pusat adalah State Administration for Market Regulation (SAMR) dan Komisi Urusan Etnis dan Agama. Keduanya bekerja sama dengan Chinese Islamic Association (Asosiasi Islam Tiongkok), lembaga nasional resmi komunitas muslim yang diakui pemerintah. Mereka bekerja sama dengan pemerintah daerah, menerbitkan sertifikat halal, menetapkan dan memberi izin pencantuman label halal pada produk atau restoran dan tempat-tempat makan lainnya, termasuk di hotel-hotel. Di beberapa daerah, termasuk di kota tertentu di Yunnan, ada persyaratan kepemilikan restoran halal hanya untuk orang muslim.
Sejak 2015, semakin banyak perusahaan dan kian tinggi antusiasme produsen makanan di Tiongkok untuk mengurus sertifikasi halal. Selain sertifikasi dari lembaga domestik, mereka juga mengurus sertifikasi halal dari luar negeri seperti dari JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia), BPJPH/MUI (Indonesia), MUIS (Singapura), atau IFANCA (Amerika Serikat). Gunanya, agar produk mereka bisa diekspor.
Enak di Rasa, Ramah di Kantong
Negeri Tiongkok, mirip dengan Minangkabau, terkenal dengan tradisi kuliner yang kaya dan enak. Setelah kami alami sendiri, ternyata masakan halal China lebih enak lagi. Pertama kali kami menikmati “makan besar” dengan masakan halal China adalah saat dijamu makan siang oleh tiga tokoh masyarakat Suku Mosuo di Danau Lugu. Mereka adalah Cao Jia Ping alias Aping, tokoh perempuan di balik modernisasi Suku Mosuo, dan dua pengusaha pendiri Museum Mosuo, A Ching dan Tuo Tjie.
Kami dijamu makan siang di rumah Dabu (rumah gadang) keluarga Mosuo yang terletak di samping Grand Mosuo Hotel milik keluarga A Ching dan Tuo Tjie di pinggir Danau Lugu. Menunya luar biasa. Ada sup daging domba dan daging sapi, serta sup ayam hitam China (semacam ayam cemani, tapi tidak persis sama, dalam bahasa Mandarin disebut wuguji, diyakini berkhasiat obat). Hidangan yang mengundang selera itu dilengkapi berbagai sayuran seperti tumis brokoli, asparagus, kacang-kacangan, serta sambal bawang pedas dengan bumbu lokal (agak nano-nano rasanya, karena ada pedas asam asinnya hehehe).