Selain penurunan PAD, kondisi fiskal Sumbar semakin tertekan akibat pemotongan dana Transfer ke Daerah (TKD) oleh pemerintah pusat. Efisiensi ini disebut Sri bisa mencapai 30 persen, sehingga semakin mempersempit ruang fiskal pemerintah provinsi. “Belanja jadi sangat terbatas, sementara kebutuhan tetap berjalan. Ini kondisi fiskal yang cukup genting,” ucapnya.
Tak hanya itu, Pemprov Sumbar saat ini juga dibebani oleh utang jangka pendek sekitar Rp510 miliar yang harus segera dilunasi. Beban ini dikhawatirkan akan mengganggu pembiayaan pembangunan dan pelayanan publik.
“Dunia usaha juga sedang wait and see. Ketidakpastian ekonomi membuat investor enggan mengambil risiko. Akhirnya ekonomi lokal pun stagnan,” kata Sri.
Ia juga menyoroti rendahnya penyerapan anggaran daerah hingga pertengahan tahun 2025. Hingga Juli, serapan belanja baru mencapai 34 persen. “Ini menunjukkan pelaksanaan program belum maksimal. Persoalannya bukan hanya pada pendapatan, tapi juga pada manajemen pengeluaran,” katanya.
Faktor eksternal juga tak kalah penting. Menurut Sri, konflik global seperti perang Iran-Israel dan kebijakan proteksionis Amerika Serikat turut memberi efek rambatan terhadap inflasi, arus investasi, hingga ekspor. “Maka dari itu, Pemda perlu memperkuat ketahanan ekonomi lokal sebagai langkah mitigasi risiko global,” ujarnya.
Sri juga menekankan pentingnya reformulasi belanja daerah untuk mengurangi ketimpangan wilayah. Meski indeks pembangunan manusia (IPM) Sumbar terbilang baik, namun ketimpangan antarwilayah masih tinggi.
“APBD harus berpihak kepada daerah-daerah tertinggal, bukan hanya terserap di pusat provinsi. Alokasi anggaran harus berbasis kebutuhan, bukan sekadar pemerataan,” ujarnya.
Di sisi lain, ia juga menekankan perlunya edukasi berkelanjutan kepada masyarakat soal kewajiban membayar pajak. “Pajak bukan beban, tapi kewajiban warga negara. Opsen bukan pungutan tambahan, tapi bagian dari sistem yang sudah dibayar. Ini harus terus disosialisasikan agar kesadaran publik meningkat,” jelasnya.
Sebagai penutup, Sri mendesak Pemprov Sumbar untuk segera melakukan rekonstruksi anggaran dan mencari sumber-sumber pendapatan baru yang lebih berkelanjutan. “Ini saatnya diversifikasi PAD dan mengurangi ketergantungan pada pusat. Daerah tidak bisa terus-menerus menunggu,” tuturnya. (*)