Kehidupan ekonomi penduduk Shadian dewasa ini termasuk sejahtera. Sumber utama perekonomian mereka adalah usaha jasa dan transportasi, industri pakaian jadi (garmen), pertambangan dan peleburan logam non-ferro utamanya timbal dan timah, serta usaha pariwisata dan kuliner halal.
Sejak 1949, lebih dari 90 persen rumah tangga Shadian telah menjalankan usaha kecil dan layanan transportasi berkat lokasinya strategis di persimpangan antara Kaiyuan, Mengzi, dan Gejiu. Banyak yang mengangkut kebutuhan harian ke kota penambangan timah dengan gerobak kuda, bahkan ada yang berdagang hingga ke negara tetangga seperti Burma, Vietnam, dan Thailand.
Pasca Reformasi Deng Xiaoping, Shadian juga berkembang pesat dalam usaha jahit-menjahit rumahan. Setiap keluarga bisa menjadi “pabrik”, membentuk jaringan industri tekstil lokal yang semarak. Sejak selesai pembangunan baru Masjid Raya Shadian yang dibiayai secara swadaya oleh pengusaha Muslim HUI ditambah dana pemerintah, telah mendorong kunjungan wisatawan Muslim domestik dan dari negara-negara Muslim ASEAN, terutama Malaysia. Hal ini menciptakan peluang ekonomi baru berupa restoran dan kuliner halal, akomodasi, dan jasa lokal.
Pertambangan dan industri peleburan logam kini juga menjadi pilar utama ekonomi Shadian. Warga Hui Muslim di Shadian dan sekitar Gejiu mulai mengoperasikan tambang tembaga, timah, dan seng secara swasta setelah pembukaan ekonomi Tiongkok. Beberapa tambang mereka berhasil bersaing dengan milik negara, menjadi tulang punggung ekonomi lokal . Pada tahun 1986, tiga saudara Haji Wang (Wang Kai, Wang Gang, Wang Yi), dari komunitas Hui memulai usaha peleburan timbal secara mandiri dengan menggunakan tungku tiup tradisional. Setelah bertahun-tahun berkembang, industri ini menjadi sektor utama. Kini produksi timbal mentah lokal telah mencapai skala besar, melampaui sekitar 1 juta ton per tahun, konon menguasai hingga 20 persen dari total produksi nasional Tiongkok.
Masjid Raya Shadian
Masjid Raya Shadian dibangun mulai tahun 1684, yaitu pada masa awal Dinasti Qing yang merupakan periode yang kompleks perkembangan Islam di Tiongkok. Masjid ini awalnya adalah bangunan tradisional sederhana, dibina oleh komunitas Muslim Hui lokal yang telah bermukim di daerah Shadian sejak zaman Dinasti Ming.
Masjid Shadian adalah saksi dari zaman ke zaman yang kompleks perkembangan Islam di Tiongkok. Ada saatnya penuh toleransi, ada masanya mengalami represi, dan kembali rekonsiliasi. Pada masa Revolusi Kebudayaan, pemerintah Tiongkok melarang semua aktivitas keagamaan, termasuk Islam. Masjid-masjid ditutup, diubah fungsinya, bahkan dihancurkan. Masjid Raya Shadian pun ikut dihancurkan saat Peristiwa Shadian (1975), ketika tentara menyerbu kota dan menghancurkan hampir seluruh bangunan keagamaan, termasuk masjid utama. Setelah era Deng Xiaoping dan Reformasi Politik pasca 1978, kebebasan beragama dipulihkan. Pemerintah mengizinkan pembangunan kembali masjid dan memberi kompensasi kepada korban Peristiwa Shadian 1975.