PADANG, HARIANHALUAN.ID — Ratusan Penerangan Jalan Umum (PJU) yang padam di sejumlah titik Kota Padang menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak. Kondisi ini dinilai tak hanya mengancam keamanan warga, tapi juga mencerminkan persoalan lebih dalam, yakni politik anggaran dan cara berpikir para pemangku kebijakan.
Lampu-lampu jalan yang tidak berfungsi, terutama di ruas jalan utama dan kawasan sepi penduduk, dinilai berpotensi meningkatkan tindak kejahatan dan kecelakaan lalu lintas. Pemerintah Kota Padang diminta untuk lebih serius menanggapi persoalan ini demi menciptakan rasa aman bagi masyarakat.
“Perawatan PJU itu tidak membutuhkan anggaran besar. Tapi persoalannya bukan pada besar atau kecilnya anggaran, melainkan pada budaya politik yang melandasi pengambilan kebijakan di daerah ini,” kata Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Negeri Padang (UNP), Eka Vidya Putra, saat dihubungi Haluan, Rabu (17/7).
Menurut Eka, pemerintah daerah selama ini lebih terfokus pada pembangunan infrastruktur fisik baru ketimbang perawatan fasilitas yang telah ada. Ironisnya, kebijakan anggaran untuk pembangunan infrastruktur selalu tinggi, tetapi tidak diiringi dengan perhatian pada aspek pemeliharaan.
“Kalau dilihat dari alokasi anggaran, pemerintah daerah punya prioritas tinggi pada pembangunan infrastruktur. Tapi ketika bicara soal PJU yang rusak dan tidak diperbaiki, maka muncul pertanyaan, kenapa yang sudah dibangun tidak dirawat? Ini menunjukkan adanya paradoks dalam kebijakan,” ujarnya.
Eka menilai, orientasi pembangunan di daerah sangat dipengaruhi oleh kepentingan politik, terutama yang berkaitan dengan daerah pemilihan (dapil) para anggota legislatif. Hal ini berdampak pada pengambilan keputusan, termasuk dalam hal perawatan fasilitas umum seperti PJU.
“Pembangunan sering diarahkan ke komunitas tertentu yang memiliki nilai politik. Kalau tidak berkaitan langsung dengan dapil atau komunitas yang spesifik, maka itu dianggap bukan prioritas. Padahal PJU ini menyangkut kepentingan publik secara luas,” kata Eka.
Pola pikir tersebut, sambung Eka yang seharusnya dikoreksi terlebih dahulu, bukan sekadar melakukan respons sesaat terhadap pemberitaan media. “Jadi bukan karena ada berita terus lampu langsung diperbaiki. Itu reaktif. Yang harus dibenahi adalah cara pandang mereka dalam menyusun kebijakan. Pemerintah dan legislatif seharusnya berorientasi pada pelayanan masyarakat, bukan hanya pada peningkatan citra atau elektabilitas,” tuturnya.
Dampak nyata dari matinya PJU, menurut Eka, sangat merugikan masyarakat. Selain meningkatkan risiko kecelakaan, juga memperbesar peluang terjadinya tindakan kriminal. Hal ini jelas mengganggu rasa aman warga Kota Padang. “Lebih berbahaya lagi, jika pola pikir dalam mengambil kebijakan hanya berorientasi pada keuntungan politik sempit. Maka kita akan terus melihat kebijakan yang tidak memihak masyarakat, tapi memihak elit,” ujar Eka. (*)