PADANG, HARIANHALUAN.ID — Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) kini dalam kondisi siaga menyusul meningkatnya ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), akibat kemarau panjang yang melanda sejak awal tahun. Dalam sepekan terakhir, puluhan hektare lahan terbakar dan ribuan titik panas (hotspot) terpantau di sejumlah wilayah, memicu kekhawatiran akan meluasnya bencana ekologis di daerah ini.
Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Sumbar, Ferdinal Asmin, mengungkapkan bahwa situasi karhutla saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan data Sistem Informasi Pengendalian Karhutla (SiPongi) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hingga Minggu (20/7/2025) pukul 16.00 WIB, setidaknya 1.700 hotspot telah terdeteksi di berbagai kabupaten/kota di Sumbar.
“Total, selama periode Januari hingga Juni 2025, hampir 1.700 titik panas terpantau di seluruh wilayah Sumbar. Ini angka yang sangat besar dan menjadi alarm bagi kita semua,” ujar Ferdinal kepada Haluan.
Dari data terbaru SiPongi, hotspot terbanyak terpantau di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan total 41 titik. Rinciannya, empat titik berkategori merah (tingkat bahaya tinggi), 35 titik kuning (tingkat bahaya sedang) dan dua titik hijau. Titik-titik ini tersebar di Kecamatan Harau, Pangkalan, dan Kapur IX.
Hotspot kategori merah juga muncul di Kabupaten Pesisir Selatan, tepatnya di Nagari Tapan dan Silaut. Sementara itu, sebaran hotspot cukup padat juga terdeteksi di wilayah Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat.
Karhutla juga telah dilaporkan terjadi secara nyata di sejumlah titik di Kabupaten Solok dan Lima Puluh Kota. Sejumlah areal hutan dan lahan yang terbakar masih berpotensi meluas, terutama di tengah kondisi cuaca ekstrem yang minim hujan.
Sebagai langkah antisipatif, Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota telah menetapkan status tanggap darurat karhutla. Penetapan serupa juga segera menyusul oleh Pemerintah Kabupaten Solok.
“Penetapan status tanggap darurat dilakukan oleh BPBD setelah mengevaluasi jumlah titik api, luasan lahan terbakar, serta tren hari tanpa hujan,” jelas Ferdinal.
Penetapan status tanggap darurat membuka ruang gerak lebih luas bagi semua pihak dalam pengendalian karhutla, termasuk koordinasi lintas instansi baik di tingkat daerah, provinsi, maupun nasional.