Dalam konteks Sumbar yang masih menjunjung tinggi tatanan adat, Shahmi mengusulkan pelibatan lembaga-lembaga kultural adat dalam perumusan dan pelaksanaan program pengentasan kemiskinan. Menurutnya, pendekatan berbasis adat dan budaya dapat membantu menjangkau lapisan masyarakat yang selama ini belum tersentuh oleh intervensi program konvensional.
“Bagaimanapun, masyarakat Sumbar masih hidup di bawah tatanan adat, meskipun beberapa aspek sosial sudah mulai beralih,” ujarnya.
Dengan memperhatikan dimensi adat, sosial, dan struktural, Shahmi menegaskan pentingnya menyusun strategi pengentasan kemiskinan yang lebih kontekstual, kolaboratif, dan berbasis wilayah.
“Pemda tidak boleh terlena dengan grafik statistik. Fokus utama tetap harus pada peningkatan kualitas hidup masyarakat secara nyata, terutama di desa-desa yang paling rentan,” ucapnya.
Pendapat Shahmi memperkuat suara para akademisi yang menilai bahwa keberhasilan penurunan angka kemiskinan belum berarti misi pengentasan kemiskinan telah selesai. Justru di balik penurunan angka, terdapat tantangan-tantangan baru yang membutuhkan pendekatan lintas sektor dan budaya untuk diatasi secara berkelanjutan. (*)