Dalam aksi unjuk rasa kali ini, aliansi BEM se-Sumatera Barat juga menyuarakan berbagai isu lokal dalam aksi. Mulai dari penyerobotan lahan oleh perusahaan besar, seperti PT Incasi Raya, keberadaan tambang ilegal hingga penolakan terhadap proyek geothermal yang dinilai mengancam ruang hidup masyarakat.
“Kami menuntut penegakan hukum tanpa pandang bulu terhadap tambang ilegal. Kerusakan lingkungan bukan sekadar statistik, tapi derita nyata masyarakat,” kata Rivaldi lagi.
Mereka juga mendesak perhatian khusus terhadap PLTU Ombilin serta meminta keterlibatan masyarakat adat, termasuk mahasiswa asal Mentawai, dalam setiap pengambilan kebijakan yang menyentuh wilayah mereka.
Pengibaran Jolly Roger di halaman DPRD Sumbar menjadi aksi simbolik yang kuat. Bendera yang biasanya diasosiasikan dengan kebebasan, pemberontakan dan solidaritas di tengah ketidakadilan itu kini menjadi metafora perlawanan mahasiswa terhadap sistem yang dianggap semakin menindas.
“Kami bukan bajak laut. Kami pembela rakyat. Tapi jika negara terus menindas, maka kami akan menjadi badai di tengah ketidakadilan,” teriak salah seorang orator yang disambut gemuruh peserta aksi.
Aksi berlangsung damai, diwarnai orasi bergantian dan pembacaan pernyataan sikap. Hingga berita ini dibuat mahasiswa masih menunggu ditemui oleh Anggota DPRD Sumbar di luar pagar gedung wakil rakyat. (*)