Sayangnya, tantangan sosial masih besar. Banyak pecandu yang kehilangan kepercayaan diri dan kesempatan kerja. Dunia pendidikan dan industri masih menutup pintu bagi mereka.
“Coba saja, perguruan tinggi mana atau perusahaan mana yang mau terima mantan pecandu jadi security? Hampir tak ada. Ini masalah sosial yang berat,” ucapnya.
Saat ini, di Sumatera Barat hanya ada satu fasilitas rehabilitasi gratis, yakni di RSJ HB Saanin Padang.
Sementara BNN sendiri memiliki beberapa pusat rehabilitasi nasional di Lido (Jawa Barat), Batam, Lampung, Kalimantan Timur, dan Sumatera Utara. Namun, akses ke fasilitas tersebut masih terkendala stigma sosial.
“Masih banyak keluarga yang malu melapor. Mereka anggap anaknya pecandu itu aib, menurunkan kehormatan keluarga. Akhirnya disembunyikan. Padahal, aib yang disembunyikan justru jadi bencana,” kata Ricky.
Meski begitu, ia bersyukur karena dalam satu setengah tahun terakhir kesadaran masyarakat mulai tumbuh.
“Sudah mulai banyak yang lapor diri, walau belum signifikan. Tapi ini langkah maju,” ujarnya optimistis.
Lebih jauh, Brigjen Ricky mengungkap perubahan besar dalam peta peredaran narkoba di Ranah Minang.
“Kalau dulu Sumbar hanya daerah transit, sekarang sudah jadi daerah tujuan. Bahkan sudah jadi gudang,” ungkapnya.
Ia mencontohkan penangkapan besar baru-baru ini. Dimana 50 kilogram ganja dan sabu-sabu yang diamankan tim BNN, dengan 10 kilogram di antaranya untuk pasar Sumba, sementara sisanya hendak dikirim ke Sumatera Selatan.
“Ini menunjukkan pasar Sumbar sudah tumbuh. Artinya, tingkat permintaan pengguna juga meningkat,” terangnya.
Menariknya, menurut Ricky, fenomena narkotika di Sumbar tidak selalu berbanding lurus dengan kondisi ekonomi.
“Ekonomi boleh sulit, tapi kalau sudah kecanduan, orang akan tetap cari. Mereka jual apa saja — kompor, motor, bahkan barang rumah tangga — demi beli sabu,” ujarnya.
Mayoritas pengguna berasal dari kalangan ekonomi bawah dan marginal terutama pengguna ganja. Sementara pengguna sabu, berasal dari kelompok ekonomi sedikit lebih tinggi, meski kini sabu pun dijual dengan paket hemat.
“Sabu sekarang ada yang dijual Rp50.000 per paket, cukup untuk tiga kali sedot. Bayangkan, murah, tapi mematikan,” katanya.
BNNP Sumbar akan terus fokus mengejar bandar, kurir, dan jaringan pengedaran besar. Sementara pecandu tetap diarahkan ke rehabilitasi.
“Penyalahguna tetap kita upayakan rehabilitasi. Tapi bandar dan pengedar akan kita kejar habis. Tidak ada kompromi,” tegasnya. (h/fzi).