HARIANHALUAN.id – Kriteria Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) menetapkan ketinggian hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat. Ketetapan ini telah diterapkan di Indonesia dalam sidang isbat awal Ramadan dan awal Syawal 1443.
Ulasan ini disampaikan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, Dr. Adib dalam kegiatan Sinkronisasi Hisab Taqwim Standar Indonesia di Hotel Novotel Bukittinggi melalui zoom meeting.
Hadir dalam kesempatan itu Kasubdit Hisab Rukyat, Ismail Fahmi, Kakanwil Kemenag Sumbar diwakili Kepala Bidang Urais, H. Edison dan Kemenag Kota Bukittinggi, Eri Iswandi dan JFU Bidang Urais. Kegiatan ini berlangsung sejak tanggal 23 – 25 Juni 2022.
“Alhamdulillah, dalam penerapan kriteria tersebut tidak terjadi polemik yang besar, baik dari kalangan umat Islam di Indonesia maupun umat Islam di regional negara Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura,” ungkap Adib.
“Hal ini sebagai dasar kita mempersiapkan penetapan awal bulan Zulhijah 1443 H yang sebentar lagi akan diadakan sidang isbat untuk menetapkannya. Semoga pada sidang isbat tersebut kita dapat memberikan pencerahan kepada masyarakat,” imbuh Direktur.
Terlebih lagi lanjut Adib, sebagaimana kita ketahui bahwa kondisi hilal dan sudut elongasi pada sidang isbat awal Zulhijah 1443 H nanti berpotensi menimbulkan perbedaan dalam penetapan awal bulan Zulhijah.
“Kondisi seperti ini sudah sering kita temui dalam perjalanan penetapan awal bulan Kamariah di Indonesia dan kami berharap kita dapat menghadapinya dengan sikap yang moderat,” tuturnya lagi
Namun kata Direktur, patut menjadi bahan perenungan bersama bahwa cita-cita kita mempunyai kalender hijriah dapat terwujud bilamana kita berkolaborasi serta berperan aktif memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa perbedaan adalah hal yang biasa namun bersatu merupakan hal yang luar biasa.
“Kita perlu melakukan berbagai upaya untuk terciptanya situasi yang kondusif bagi umat Islam. Meningkatkan kualitas pemahaman, pengamalan dan pengembangan nilai-nilai agama khususnya di bidang hisab rukyat,” jelasnya.
“Kita harus melakukan langkah-langkah strategis untuk mewujudkan harmoni sosial sehingga dapat menunjang kerukunan umat beragama di negara kita,” tukas Direktur.
Direktur juga mengingatkan mengingatkan bahwa penetapan awal bulan Kamariah merupakan persoalan fiqh ijtima’i yaitu ketentuan hukum Islam yang berdimensi sosial.
“Oleh karena itu, peran pemerintah sebagai ulil amri diperlukan dalam menetapkan awal bulan Kamariah, terutama bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah,” harapannya.
Disampaikan Direktur Urais, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penentuan Awal Ramadan, Syawal dan Zulhijjah, bahwa seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah tentang Penetapan Awal Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah
“Selama ini kita menghadapi perbedaan tersebut dengan toleransi (tasāmuh fi al-Ikhtilāf/agree in disagreement). Saling toleransi demi kebersamaan dan kemaslahatan bersama, namun masih tetap dalam objektif ilmiah,” tukasnya lagi
“Oleh karena itu kami atas nama pemerintah mengingatkan bahwa penetapan awal bulan Kamariah adalah sebuah kemaslahatan umat Islam,” tandasnya.
Kegiatan yang membahas tentang penghitungan kalender tahun 2023 ini juga menghadirkan narasumber Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar tentang Tinjauan Awal Waktu Subuh Perspektif MUI Sumbar. (*)