“Padahal dulunya, nilai rapor itu langsung diterima dalam bentuk buku, sekarang hanya ditulis di selembar kertas, sehingga nilai siswa rawan dimanipulasi dikemudian hari dan menyebabkan siswa yang dikorbankan dan dirugikan,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Padang, Zulhardi Z Latif menyoroti adanya kesimpangsiuran surat keterangan perbaikan nilai asli siswa yang diajukan oleh pihak sekolah kepada Dinas Pendidikan Kota Padang dan kepada Dinas Pendidikan Provinsi Sumatra Barat.
“Kepada Dinas Pendidikan Sumbar, dituliskan bahwa yang merubah nilai adalah siswa, sedangkan kepada Dinas Pendidikan Padang dijelaskan bahwa yang merubah nilai adalah wali kelas. Ini perlu dijelaskan, karena kita tidak ingin ada aksi cuci tangan dan menjadikan siswa ataupun wali kelas sebagai kambing hitam dalam kejadian ini,” ucapnya.
Padahal, kata Zulhardi, bagaimanapun dalam kasus ini para siswa adalah korban, sehingga dibutuhkan langkah kongkrit agar siswa yang berjumlah sekitar 50 orang-an ini tetap dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
“Untuk itu, yang harus dilakukan adalah bagaimana menyelamatkan para siswa ini. Sebab, merekalah yang paling dirugikan. Belum lagi kita harus memikirkan dampak psikologis dan stigma yang harus mereka terima dari lingkungan akibat kejadian ini,” ucapnya.
Menanggapi pertanyaan yang dicecar para anggota dewan, Kepala SMPN 1 Padang, Yan Hendrik tetap bersikukuh, bahwasanya aksi manipulasi nilai itu dilakukan tanpa sepengetahuan dirinya selaku kepala sekolah.