Berlakunya aturan ini, sebut Noor Marzuki, untuk melindungi aparat pertanahan dalam menjalankan tugas dari Presiden, guna menyukseskan Program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) sesuai Inpres No. 2 Tahun 2018.
“Kementerian ATR/BPN memiliki tugas berat dari Presiden menjalankan Program PTSL, karena harus menerbitkan sertifikat tanah dengan cepat. Bayangkan dalam satu bulan, BPN harus menerbitkan 1.000 sertifikat, sehingga prinsip kehati-hatian dalam menetapkan kepemilikan tanah sedikit. Sehingga aparat pertanahan perlu dilindungi dalam menjalankan tugas. Maka lahirlah aturan ini dalam UU Omnibus Law dan turunannya,” ujar pria yang pernah menjabat Sekjen Kementerian Agraria dan Tata Ruang 2016-2018 itu.
Pada tahap persiapan, penanggungjawab adalah Gubernur sebagai Ketua Panitia Persiapan Pengadaan Tanah. Outputnya adalah dikeluarkan penetapan lokasi (penlok). Penlok ini diumumkan 14 hari ke publik. Kalau ada keberatan dari berbagai pihak, maka dibuat kajian oleh tim sekda provinsi. Gubernur membuat data awal berdasarkan dari data perencanaan. Guna memperkuat data perencanaanya, gubernur membuat konsultatif publik 30 hari untuk kesepakatan. Sahnya penlok ini berdasarkan kesepakatan antara pemilik tanah yang diputuskan oleh pengadilan.
Lanjut dipaparkan Noor Marzuki, setelah tahapan perencanaan dan persiapan selesai, barulah masuk ke tahap pelaksanaan. Di tahap pelaksanaan itu, outputnya adalah penetapan lokasi melampirkan peta bidang dan data awal pemilik tanah, batas letak dan luas tanah.
Di tahap pelaksanaan ini, BPN membentuk Satgas A dan Satgas B dengan tugas masing-masing. Dimana Satgas A bertugas melakukan pengukuran batas luas dan letak, mengecek pemilik tanah akan masuk daftar inventarisasi. Sementara Satgas B bertugas membuat daftar nominatif (danom). Danom ini juga harus diumumkan ke publik selama 14 hari. Di masa itulah, para pihak diberikan kesempatan untuk berbantah-bantahan.
Satgas A dan B kemudian melaporkan ke Ketua P2T (Panitia Pembebasan Tanah) Kepala Kanwil BPN. Apabila ada permasalahan, Kepala Kanwil BPN yang mempunyai otonomi dan pengetahuan untuk menyelesaikan. Alasannya Satgas A dan B tak punya pengetahuan dan otonomi untuk menyelesaikan.