Dikatakannya, pengurangan jumlah keramba otomatis harus ada alternatif. Pertama dari sisi usaha dan fasilitasi, karena merubah ke pengurangan tentu harus ada solusi yang dilakukan, karena bukan hanya dikurangi tapi juga harus ada solusinya.
“Solusi ini tentu harus ada alternatif usaha, dengan usaha ini orang-orang ini dengan sukarela bisa kesadaran menjaga kelestarian danau jauh lebih penting dari pada mementingkan individunya. Tentu dengan cara seperti ini harus ada alternatif solusi, kita bukan melarang tapi mengatur sekaligus memberikan solusi jalan keluar terhadap permasalahan ekonominya,” ucapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD Sumbar, Arkadius Dt Intan Bano mengatakan, Danau Maninjau di samping memang ada kondisi alam dari perut bumi dan dipengaruhi banyaknya KJA yang melebihi kapasitas potensi yang ada di Maninjau.
“Beberapa waktu lalu berada 18 ribu petak. Sekarang sudah 23 ribu petak. Sedangkan daya tampung hanya lebih kurang enam ribu petak,” ujarnya.
Arkadius mengatakan, jumlah tersebut tentu memang KJA lebih banyak mendekat ke tepi danau, atau di tempat yang dangkal, sehingga di saat memberikan makan limbahnya itu tersebar di danau yang mempercepat proses terbentuknya kondisional amoniak di dalam perut bumi keluar, sehingga terjadi kematian ikan dalam jumlah yang cukup besar.
Oleh karena itu, kata Arkadius, langkah-langkah strategis yang dilakukan yaitu perda yang sudah disiapkan dan akan dilaksanakan peraturan gubernur terkait jumlah keramba tersebut, untuk melaksanakan proses penggeseran keramba ke tengah atau ke tempat yang lebih dalam.