HARIANHALUAN.ID – Wahana Lingkungan Hidup Sumatra Barat (Walhi Sumbar) mencatat temuan galian emas ilegal di empat daerah, seperti Kabupaten Pasaman, Kabupaten Solok Selatan, Dharmasraya, serta Kota Sawahlunto.
Kepala Bidang Advokasi Walhi Sumbar, Tommy Adam menyampaikan, dari catatan Walhi Sumbar terkait dengan persoalan tambang ilegal di Sumatra Barat, mengalami kenaikan setiap tahunnya. Hal ini dinilai dari meningkatnya bencana ekologis di Sumatra Barat.
“Walhi Sumatra Barat mencatat sepanjang Tahun 2020 telah terjadi 780 bencana ekologis yang terjadi di Sumatra Barat. Itu belum termasuk Tahun 2022, hal ini terus terjadi dan mengalami peningkatan,” katanya.
Ia menjelaskan, bencana ekologis terjadi akibat menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang disebabkan oleh alih fungsi dan pembukaan kawasan hutan. Kerusakan daerah aliran sungai dan hilangnya daerah resepan air baik di hulu ataupun di hilir.
“Peningkatan curah hujan yang tidak bisa kita lepaskan dari dampak perubahan iklim juga memperburuk situasi dan memicu bencana yang lebih besar. Jenis bencana ekologis yang terjadi adalah banjir, banjir bandang, tanah longsor serta abrasi pantai,” tuturnya.
Beberapa wilayah yang sering mengalami bencana ekologis Tahun 2020 di Sumatra Barat adalah Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Agam, Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kota Padang.
Tentu hal ini berdampak terhadap sendi-sendi kehidupan sosial masyarakat yang berada di wilayah tapak.
“Kelemahan saat ini adalah belum ada upaya-upaya khusus bagi pemerintah secara nyata dalam menemukan dan mendampingi masyarakat menemukan alternatif ekonomi bagi petambang ilegal. Pandangan Walhi Sumbar, seharusnya dari persoalan yang terjadi, pemda dan pemprov sudah harus menyediakan ekonomi alternatif bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari tambang,” ucapnya. (*)