Wengki menjelaskan, data yang masuk tersebut selain bersumber dari tim Walhi sendiri, juga langsung dari masyarakat. Data atau informasi tersebut juga disondingkan dengan penegak hukum.
“Setiap data yang masuk setelah dianalisa, kita sondingkan dan kordinasikan dengan Dirkrimsus Polda Sumbar. Hal itu untuk melihat data mana yang tepat,” ucapnya.
Sejauh ini ia menilai, para pelaku tambang emas ilegal melakukan beberapa pola atau modus dengan memanfaatkan ekonomi masyarakat yang lagi sulit, seolah PETI bisa mengatasi persoalan ekonomi.
Namun faktanya, hal itu hanya akal-akalan para pelaku untuk menjadikan tameng, sehingga pemerintah tidak berani bertindak secara langsung. Pelaku pun bisa lebih leluasa beraktivitas tanpa tersentuh hukum untuk mencari kekayaan.
“Ini menjadi alat negosiasi ditingkat masyarakat yang kita temukan dan ini menjadi tameng bagi pelaku utama, agar bisa melakukan aktivitas bisnis tambang emas ilegal ini,” ujarnya.
Walhi sendiri juga menemukan kesepakatan tertulis seperti di Kabupaten Pasaman dalam menjalankan aktivitas dengan dasar kesulitan ekonomi masyarakat. Kesepakatan tertulis itu dijadikan sebagai dasar untuk mencari alat berat.
Menurutnya, hal itu hampir sama dilakukan dibeberapa daerah lain. Modus ditingkat lapak atau bawah hanya sebagai tameng oleh pelaku utama, namun sesungguhnya hanya akal-akalan belaka.