“Betapa mahalnya biaya distribusi barang dan jasa ke Sumbar, ataupun ke Kota Padang. Contohnya, jalan Sitinjau Lauik masih saja macet, tidak segar lagi sayur mayur sampai di Kota Padang. Begitupun dari Padang ke Payakumbuh, Padang-Pekanbaru, dalam pendistribusian barang dan jasa membutuhkan biaya yang mahal, karena tol yang tak kunjung tuntas,” kata Hidayat yang juga anggota Komisi V DPRD Sumbar tersebut.
Dewan dari daerah pemilihan (Dapil) Kota Padang ini menambahkan, tingginya angka kemiskinan ekstrem yang terjadi di Sumbar ini, harus jadi bahan evaluasi oleh DPRD bersama Gubernur, agar ke depan dalam mengambil kebijakan DPRD dan Gubernur memprioritaskan program yang bisa menekan laju kemiskinan di Sumbar.
“Selain itu, ini semua tak terlepas juga dari Silpa kita yang sangat tinggi, seperti yang terjadi tahun lalu. Tahun lalu tersebut Silpa kita mencapai lebih kurang Rp450 miliar. Ketika APBD tidak terkola dengan baik, Silpa mencapai ratusan miliar, peruntukan belanja modal terus berkurang dan tak sesuai dengan RPJMD, ya inilah hasilnya, Pemprov gagal melakukan intervensi untuk menekan laju angka kemiskinan ini,” tuturnya.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPRD Sumbar, Muzli M Nur mengatakan, untuk menekan tingginya angka kemiskinan ekstrem, pemerintah daerah harus melakukan intervensi atas ekonomi masyarakat. Intervensi yang ia maksud di sini adalah, dalam artian, bagaimana pemerintah bisa hadir membantu mengatasi tingginya harga kebutuhan pokok yang terjadi di masyarakat. Kemudian serapan APBD harus dipercepat. Muzli menyebut, menjelang akhir tahun, Pemprov harus cepat merealisasikan APBD perubahan, supaya perputaran uang di Sumbar tidak melambat.
“Serapan APBD ini harus disegerakan. Harus tinggi serapannya, bukan silpanya yang tinggi. Ketika APBD cepat terserap, uang akan berputar, akan tercipta lapangan pekerjaan, sehingga bisa menurunkan angka kemiskinan,” ujar Muzli.
Politisi PAN ini menambahkan, jika jelang akhir tahun ini OPD Pemprov masih lamban dalam merealisasikan anggaran, ancaman tingginya Silpa akan kembali terulang, seperti yang juga sudah terjadi pada tahun lalu.
“Kalau serapan APBD masih terlalu lamban, jika tahun lalu Silpa kita mencapai Rp450 miliar, ke depan mau berapa lagi?. Jika hal tersebut masih terulang, sudah saatnya Gubernur mengevaluasi kinerja OPD, kalau pejabat-pejabat OPD yang ada itu memang tidak mampu, atau memang tidak mau tau, Gubernur harus melakukan reshuffle. Ini untuk menghadapi Tahun 2023, apalagi tahun tersebut adalah tahun politik,” ucapnya. (*)