HARIANHALUAN.ID – Ombudsman Perwakilan Sumbar menyoroti ketidakmerataan pemberian subsidi untuk petani di Sumbar.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika Yeka Hendra Kartika menyampaikan bahwa ketidakmerataan subsidi di Sumbar ini disebabkan oleh administrasi yang tidak berjalan lancar.
“Salah satu penyebabnya adalah maladministrasi dalam kartu tani. Petani merasa punya hak untuk mendapatkan subsidi ini, karena namanya sudah terdaftar dan memiliki kartu tani,” katanya.
Padahal, katanya, setiap kecamatan sudah ada pengecer atau kios yang memiliki data lokasi kebutuhan pupuk subsidi, bukan secara pribadi bahkan tidak tertera jelas berapa jumlah pupuk yang didapatkan oleh petani tersebut.
“Akhirnya, sistem dari pupuk subsidi saat ini adalah siapa cepat dia dapat. Yang awal pergi ke kios pertama kali akan bisa menebus pupuk dan yang lambat tidak menadapatkan pupuk,” tuturnya.
Selanjutnya, katanya petani seringkali mengeluhkan pupuk yang datang pada saat tidak dibutuhkan. Terkait persoalan ini kedatangan pupuk ini tidak diinformasikan, namun pupuk tersebut hanya dijelaskan bulannya saja.
“Datangnya pupuk harus tepat di awal bulan, sehingga tak ada keluhan. Petani sering kali mengeluh pupuk datang pada saat tidak dibutuhkan. Terkait persoalan ini, kedatangan itu bisa tidak ada informasi tanggal berapa, pupuk itu bulan Maret seharusnya dicantumkan tanggal tertentu, sementara petani ada yang bertanam pada tanggal tertentu,” katanya.
Selanjutnya tidak adanya transparansi di lapangan mengenai persoalan kartu tani. Pemerintah harus menyederhanakan ada kartu tani, di kartu itu harus tertera jumlahan petani itu dapat menerima pupuk subsidi.
Kemudian, disampaikannya, persoalan lain adalah tidak semua daerah memiliki sistem digitalisasi yang baik. Artinya, banyak kios yang mengeluhkan hal tersebut. Ombudsman dalam hal ini meminta data secara jelas terkait ketersediaan jumlah atau persentase daerah yang sudah baik secara digital.
“Lalu sinyal, tidak semua kios memiliki sinyal yang bagus sementara, banyak sekali kartu tani yang tidak aktif. Dalam waktu dekat, Ombudsman akan meminta jangan menggunakan kartu tani sebagai satu-satunya jalan untuk pupuk,” katanya.
Hal ini disebabkan, karena masih banyak petani yang tidak masuk ke dalam data. Kemudian validitas data yang sudah tercantum dalam sistem tidak dapat dipercaya karena ada yang jumlah data-data yang salah atau tidak valid, maka hal ini akan mempengaruhi jumlah alokasi.
“Banyak sekali data yang dicek hanya memiliki 0,2 hektare, tapi tercantum 0,4 hektare. Hal ini tentu akan mempengaruhi jumlah pupuk subsidi yang diterima. Omdusman berharap tidak ada masalah kedepannya tentang validitas data ini,” katanya.
Permasalahan data tersebut, katanya, tidak lagi bisa dilakukan oleh penyuluh dan harus dilakukan oleh orang profesional. Hal ini karena penyuluh hanya berkomunikasi dengan ketua petani saja, sementara tidak semua anggota kelompok tani yang terdata.
“Kita ingin menguji bagaimana pendataan yang valid dan berharap bisa diaplikasikan Tahun 2024. Bagi petani yang terdaftar di sistem harus mendapatkan pupuk subsidi, yaitu juga terkait jumlah pupuk yang didapatkan oleh petani mendapatkan pupuk yang sama,” ujarnya.
Ia menyebutkan, saat ini ada 372 ribu petani yang ada di sistem pendataan Sumbar, yang sudah mendapatkan kartu tani sebanyam 276 ribu. Persyaratan mendapatkan kartu tani, di antaranya tanahnya harus lebih dari 2 hektare, dan tergabung dalam kelompok tani dan hal lainnya.
Sementara itu, Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar, Yefri Heriani mengatakan, pendistribusian pupuk subsidi mengacu pada data yang ada. Pihaknya meminta petani bersuara agar permaslahan pupuk bisa diatasi.
Pemerintah daerah perlu untuk memastikan pupuk bersubsidi sesuai kebutuhannya. Mengenai wilayah petani yang mengeluhkann perihal pupuk subsidi tersebut, yakni petani di Kecamatan Kota Padang, yakni daerah Padang Timur, Padang Selatan, Pauh, Sungai Sariak.
“Di Bukittinggi juga ada, yakni dibuat protap dan ada kelompok tani permana ibu dan puding emas tabek gadang, daerah Sumur Bukittingi. Dan sore ini akan bertemu dengan kelompok tani seroja,” tuturnya lagi.
Kedepannya pihaknya juga akan mengusung permasalahan alokasi pupuk ini dengan ombudsman RI di setiap perwakilan yang ada. Sehingga permasalahan ini dapat diselesaikan secepatnya. (*)