HARIANHALUAN.ID – Lima Nagari (Nagari Koto Baru Simalanggang, Nagari Koto Tangah Simalanggang, Nagari Taeh Baruah, Nagari Lubuak Batingkok dan Nagari Gurun) masih konsisten menolak trase 1 tol Payakumbuh-Pangkalan.
Masyarakat terdampak tol di lima nagari di Lima Puluh Kota kembali mengadakan pertemuan dengan wali nagari, Bamus, KAN dan tokoh masyarakat, merespon berbagai pemberitaan media usai rapat koordinasi yang digelar oleh Gubernur Sumatra Barat, Kamis (5/1/2023) yang lalu.
Pertemuan tersebut bertujuan mengonfirmasi kebenaran pernyataan Setda Lima Puluh Kota, yang menyatakan dari lima nagari hanya tinggal dua nagari lagi yang masih menolak, sedangkan yang tiga lagi sudah setuju.
Pernyataan tersebut kemudian dibantah satu persatu oleh lima wali nagari dalam rapat yang dipimpin oleh Sekretaris Format 50 Kota, Ezi Fitriana. Wali Nagari Koto Tangah Simalanggang, Hendra Dt Bogah menilai pernyataan Setda tersebut tidak berdasar dan tidak benar.
“Saya sejak awal dan hingga saat ini masih tegak berdiri bersama masyarakat saya yang menolak trase 1 melalui permukiman padat penduduk. Sudah sejak 2018, masyarakat menyampaikan keberatan kami kepada pemerintah kabupaten maupun provinsi, namun tidak pernah direspon sama sekali,” katanya.
Kemudian ia menyampaikan bahwa pada tanggal 21 Agustus 2022 pihaknya sudah mendatangani pernyataan sikap bersama wali nagari, Bamus, KAN di lima nagari untuk menolak trase tol melalui lima nagari dan ia tidak akan mencabut pernyataan itu.
Pernyataan tersebut didukung oleh Wali Nagari Koto Baru, Rezky Yuanda Putra. Disampaikannya bahwa masyarakat tidak perlu ragu dan khawatir, karena pihaknya tetap bersama masyarakat. Walau jalan tol ini masih dalam tahap perencanaan, tapi dampak buruk sudah dirasakan masyarakat, terjadi perpecahan dan permusuhan di tengah masyrakat.
“Jadi kami sama sekali tidak mencabut pernyataan yang sudah ditandatangani bersama masyarakat terdampak Jalan tol dan tokoh masyarakat kepala jorong se-Nagari Ketua Bamus, KAN beserta ka ampek suku yang ada di nagari. Kita tetap meminta dan memohon agar trase tol ini dialihkan ke trase 2 atau 3,” ucapnya.
Wali Nagari Lubuak Batingkok, Yon Elvi Dt. Pangulu Bosa melihat pemberitaan media tentang tol trase Pangkalan–Payakumbuh telah merasa tersudutkan. Seolah-olah keberatan masyarakat di lima nagari dijadikan alasan lambatnya proses pembebasan lahan di Sumatra Barat.
“Padahal masyarakat hanya meminta pengalihan trase. Kan ada trase 2 dan 3, kenapa harus tetap dipaksakan di trase 1 yang berdampak pada kehidupan sosial masyarakat adat. Jadi siapa sebenarnya yang memperlambat proses ini?,” tuturnya.
Wali Nagari Gurun, Taslim Pratama Prawira yang diwakili Pimpinan Bamus Gurun, Ujang menyampaikan bahwa Wali Nagari Gurun masih berdiri bersama masyarakat. “Ketika masyarakat kita berjuang sendiri menuntut keadilan dan memperjuangan hak-haknya, orang yang pertama yang harus membelanya adalah wali nagarinya dan bamusnya,” katanya.
Sebagaimana diketahui, penolakan trase tol di lima nagari sudah berlangsung sejak 2018 setelah dilakukan konsultasi publik oleh pihak penyelenggara di masing-masing nagari. Respon masyarakat di lima nagari kemudian dituangkan dalam berita acara musyawarah nagari yang isinya menolak trase tol, karena akan melalui permukiman padat, situs-situs adat dan lahan produktif.
Terdapat 539 titik rumah dan bangunan yang akan hilang dengan perkiraan hampir 2.000 jiwa yang akan terdampak langsung. Tidak hanya itu, diperkirakan 50 ulayat kaum pasukuan akan terdampak dan terancam hilang yang menyebabkan rusaknya tatanan masyarakat adat di lima nagari dengan hilangnya soko dan pusoko.
Sementara itu, Ketua FORMAT 50 Kota, Jasirman menggarisbawahi terjadinya upaya pengaburan substansi dari permasalahan pembebasan lahan tol khususnya Payakumbuh-Pangkalan.
“Substansi yang disampaikan permintaan pengalihan trase, sementara opini yang dibangun menolak jalan tol. Kalau caranya begini bagaimana masalah pembebasan lahan ini akan selesai?” ucapnya.
Sementara itu, Ezi Fitriana Sekretaris Format yang memimpin rapat menyatakan keberatan masyarakat dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Setelah pihak penyelenggara melakukan konsultasi publik pada 2018 dan 2019 yang lalu, UU memberikan hak keberatan terhadap trase yang disampaikan.
Seharusnya gubernur membentuk tim untuk mengaji alasan keberatan masyarakat dan menverifikasi laporan dari masyarakat. Namun sayangnya ini belum pernah dilakukan, memang ada kunjungan dari DPRD Sumbar, staf ahli gubernur dan tim, namun kunjungan itu hanya berlangsung 15 menit, sehingga tidak mendapatkan data yang detail. (*)