HARIANHALUAN.ID – Fantastis, Rumah Sakit Achmad Muchtar (RSAM) Bukittinggi menerima dana insentif penangganan Covid-19 dari pemerintah pusat sebesar Rp99,8 miliar. Dana sebesar itu, 40 persennya dialokasikan untuk membayar insentif para tenaga kesehatan (nakes) dan 60 persen digunakan sebagai belanja modal RSAM.
Pembagian dana insentif tersebut mendapat penolakan dari para nakes, salah satunya dari dr. Deddy Herman, Sp.P. Ia menilai, pembagian dana insentif yang dilakukan manajemen RSAM Bukittinggi diduga tidak transparan dan tidak sesuai dengan aturan yang telah dikeluarkan pemerintah pusat.
Menurut Deddy, diperkirakan dana insentif dari pemerintah pusat yang masuk ke rekening RSAM selama tiga tahun sekitar Rp100 miliar. Sesuai aturannya, 60 persen dibayarkan untuk belanja modal rumah sakit dan 40 persen untuk jasa medis.
“Empat puluh persen merupakan jasa medis yang harus dibayarkan kepada tenaga kesehatan. Sekitar Rp40 miliar harus dibayarkan, tetapi tidak dilakukan secara transparan,” kata Deddy Herman.
Namun kenyataannya, pihak RSAM hanya membayarkan sekitar Rp5 miliar kepada dokter. Oleh sebab itu, ia mempertanyakan sisa uang insentif sekitar Rp35 miliar kemana dibayarkan.
“Kami ini dokter mendapatkan uang yang tidak jelas berapa besarannya. Saya bersama dokter lain hanya mendapat sebesar Rp250 juta hingga Rp300 juta perorang selama tiga tahun. Sedangkan dokter di rumah sakit lain jauh lebih besar dari yang kami terima. Apa yang salah dengan rumah sakit saya ini,” kata Deddy kepada sejumlah wartawan, Kamis (26/1/2023).
Pada awalnya, kata Deddy, ia ikhlas menanggani pasien Covid-19 tanpa ada uang insentif. Namun, setelah dananya dicairkan pemerintah pusat kenapa pihak RSAM tidak membayarkan sesuai aturan.
“Kami juga telah mempertanyakan hal ini kepada direktur. Kenapa kami hanya dibayarkan Rp250 juta hingga Rp300 juta. Sementara, teman saya di rumah sakit lain bisa mendapatkan Rp2,5 miliar,” ujar Deddy yang juga dokter spesialis paru.
Dia bersama dengan nakes lain, pada kesempatan ini, hanya memperjuangkan hak yang seharusnya dia terima. Deddy menjelaskan, aturan pembayaran dana insentif telah dibuat oleh pemerintah pusat. Tetapi kenapa manajemen RSAM membuat aturan baru pula.
“Permasalahan ini, sudah pernah kami tanyakan kepada manajemen RSAM. Tetapi jawabannya selalu telah dibayarkan sesuai aturan. Harusnya dibayarkan sesuai aturan yang dibuat pemerintah pusat bukan berdasarkan aturan direktur. Ini sudah menyalahi wewenang mengganti aturan yang lebih tinggi, dengan aturan lebih rendah untuk kepentingan,” katanya lagi.
Menurut Deddy, dia bersama dengan dokter lain hanya mencari keadilan. Dia berharap keadilan ditegakkan di negara ini. Permasalahan tersebut telah dilaporkan ke IDI Pusat dan Kemenkes RI.
Masih menurut Deddy, para nakes selama ini tidak berani menanyakan dana insentif itu karena takut akan dimutasi. Jangankan menanyakan insentif, audiensi dengan pimpinan saja mereka saja takut.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Direktur Umum RSAM, Elfayenti belum mampu menjelaskan terkait dengan insentif jasa medis yang 40 persen. Menurutnya, RSAM dalam kurun waktu Maret 2020 hingga September 2021 menerima dana insentif dari pemerintah pusat sebesar Rp99,8 miliar.
“Dana sebesar Rp99,8 miliar diperuntukkan 60 persen dialokasikan belanja modal rumah sakit dan 40 persen dibayarkan sebagai jasa medis,” kata Elfayenti didampingi Wakil Direktur Pelayanan Dr. Rusbenny. SpB, Wakil Direktur Keuangan, Dra. Trizayeni. Apt. Msi, Kabag Umum. Ns. Indra Sonny. Skep. MM dan Kasubag Humas Pemasaran dan TU, Ns. Arfida. Skep. MM kepada sejumlah wartawan di RSAM, Senin (30/1/2023).
Ketika ditanyakan lebih lanjut oleh wartawan, alokasi pembayaran insentif jasa medis yang 40 persen atau sekitar Rp40 miliar. Elfayenti tidak mau menjelaskan secara terbuka seberapa besar masing-masing pegawai maupun tenaga medis yang menerima dana Insentif.
“Dokter Deddy Herman menerima insentif sebesar Rp576 juta bukan Rp250 juta. Insentif itu dibayarkan untuk periode Maret 2020 hingga September 2021. Sedangkan insentif dari Oktober 2021 hingga tahun lalu masih dalam proses dan belum dibayarkan,” ujarnya. (*)