“Dia sudah dua kali kita panggil. Dia ini kan sudah hampir 30 tahun kerja sama dengan Pemprov Sumbar membangun hotel menggunakan aset tanah Pemda Sumbar. Selama ini laporannya rugi terus, maka kita ingin dalami,” kata dia.
Menurut dia, DPRD Sumbar memiliki tugas untuk mengawasi penggunaan aset milik Pemda Sumbar. Sebab, kata dia, ada hal yang tidak masuk akal dalam kerja sama BOT antara perusahaan yang dipimpin Dedi Panigoro dengan Pemda Sumbar.
“Ini masalah besar karena aset yang dikelola itu besar, puluhan bahkan ratusan miliar. Sementara, selama ini kan kontribusi kepada pemerintah daerah menurut kita enggak masuk akal. Masa iya Rp200 juta setahun. Sementara neraca kasih ke kita omsetnya Rp30 miliar tahun 2020. Jadi itu yang kita ingin dalami, apa masalahnya omset Rp30 miliar kok keuntungan hanya dapat segitu,” katanya.
Ali mengatakan, DPRD Sumbar mengalami kendala karena Dedi Panigoro sudah dua kali mangkir dan selalu mengutus perwakilan ketika rapat, sehingga diduga ada informasi yang ditutup-tutupi.
“Panggilan pertama, dia tidak memberitahu tapi mengutus orang yaitu komisaris sama manajemen. Panggilan kedua kita sampaikan, tidak boleh diwakilkan karena manajemen lain tidak mempunyai kewenangan apa adanya. Berarti dia menutup-nutupi informasi namanya. Dia sebagai direktur harusnya mempunyai kewenangan segalanya memberikan informasi,” ujarnya.
Ali mengatakan, pihaknya akan meminta BPK RI turun tangan melakukan audit investigasi apabila Dedi Panigoro tidak hadir dalam pemanggilan ketiga. Sebab, kata dia, lahan yang digunakan Hotel Novotel merupakan aset Pemda Sumbar.