HARIANHALUAN.ID – Jajaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di seluruh kabupaten dan kota se-Sumatra Barat (Sumbar) diminta terus meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi berbagai potensi bencana alam, yang sewaktu-waktu bisa melanda daerah ini.
Kesiapsiagaan menghadapi potensi bencana mutlak diperlukan, mengingat fakta bahwa Sumatra Barat merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi bencana alam yang cukup lengkap dan komplit, seperti banjir, longsor, gunung meletus hingga gempa dan tsunami.
Dorongan untuk kembali menguatkan sistem kesiapsiagaan dan mitigasi bencana tersebut kembali mengemuka dalam forum Rapat Koordinasi (Rakor) Forum Perangkat Daerah Bidang Penanggulangan Bencana Provinsi Sumbar yang digelar selama dua hari di Kota Padang dan telah resmi ditutup pada Jumat (10/3/2023).
Pada forum tersebut, Deputi Geofisika Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Suko Prayitno Adi menyebut, potensi ancaman gempa Megathrust Mentawai yang diperkirakan memiliki kekuatan hingga 8,9 skala richter menjadi salah satu ancaman bencana terbesar yang perlu diwaspadai.
“Potensi yang ditimbulkan Megathrust Mentawai ini mirip gempa dahsyat yang terjadi di Negara Turki baru-baru ini. Hal ini dikarenakan di daratan wilayah Sumbar juga memiliki potensi besar dan sesarnya saling berkaitan atau berdekatan,” ujarnya.
Ia menyebut, ancaman gempa yang berpotensi menimbulkan gelombang tsunami tersebut, perlu menjadi perhatian serius bagi seluruh stakeholder terkait maupun insan kebencanaan yang ada di daerah.
Sebab, menurutnya, zona tumbukan lempeng di kawasan Megathrust Mentawai tersebut, memiliki kerentanan yang cukup tinggi akibat adanya aktivitas seismik zona subduksi. Mengingat waktu datangnya bencana tidak bisa diprediksi, ia mendorong agar semua pihak terutama jajaran BPBD se-Sumbar harus tetap siaga sedini mungkin.
“Walau begitu, masyarakat tidak perlu takut dan khawatir berlebihan. Namun yang perlu dilakukan, yakni menyiapkan masyarakat yang siaga bencana untuk mengurangi risiko,” kata Suko.
Salah satunya yang mesti disiapkan sendiri dini, kata Suko, adalah melakukan perencanaan bangunan yang benar sesuai kondisi wilayah masing-masing. Misalnya, menyiapkan infrastruktur atau bangunan yang tahan gempa, serta membuat jalur evakuasi yang jelas dan mudah dipahami oleh masyarakat.
Ia mengimbau, agar BPBD se-Sumbar maupun Pusdalops senantiasa meningkatkan koordinasi dengan semua pihak terkait, baik dengan instansi pemerintahan, Organisasi Rasio Amatir Indonesia (Orari), Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI), komunitas, insan kebencanaan, maupun relawan kebencanaan yang ada di daerah.
“Sebab jika terjadi gempa, semua internet dan alat komunikasi bisa hilang. Satu-satunya alat komunikasi yang berfungsi hanya radio. Rangkul semua relawan, karena kita dari BPBD dan BMKG tak akan mampu menanggulangi bencana sendiri,” tuturnya.
Sekdaprov Sumbar, Hansastri juga menjelaskan, tantangan penanggulangan bencana di Sumbar kedepannya cukup kompleks. Tak hanya tuntutan regulasi dan masyarakat, tetapi juga karena kondisi seluruh daerah Sumbar rawan bencana.
Sekda mengakui, selama ini Pemprov Sumbar hanya fokus menyiapkan jalur evakuasi, selter hingga sirine, ketika ada isu bencana. Namun setelah isu bencana lenyap, peralatan dan infrastruktur yang ada banyak yang tidak difungsikan dengan baik.
“Termasuk di kabupaten dan kota. Makanya dalam rakor ini, kesempatan kita berbenah, menginventarisir semua yang ada dan diaktifkan kembali,” katanya di hadapan Kalaksa BPBD kabupaten dan kota se-Sumbar.
Hansastri menyadari, Sumbar sangat rawan dengan ancaman beragam bencana. Mulai dari bencana geologis, seperti gempa dan tsunami, hingga bencana hidrometeorologis, yang di antaranya longsor, banjir, banjir bandang dan angin puting beliung.
Untuk itu, pemerintah kabupaten, kota maupun provinsi dituntut melakukan penanggulangan bencana semaksimal mungkin. Salah satunya, meningkatkan koordinasi dengan semua pihak dan stakeholder terkait. Mulai dari sinergi perencanaan hingga pelaksanaan program. (*)