PADANG, HALUAN—Pemerintah terus menggodok regulasi dan aturan teknis menyusul kembali dibukanya izin melaksanakan ibadah umrah ke tanah suci oleh Pemerinntah Kerajaan Arab Saudi. Di Sumatra Barat, setidaknya tercatat ada sebanyak 13.300 jemaah dalam daftar tunggu yang siap diberangkatkan.
Kepala Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Sumbar, Joben mengatakan, daftar tunggu jemaah umrah di Sumbar hingga Oktober 2021 telah mencapai 13.300 orang.
“Untuk aturan dan syarat berangkat umrah sendiri ada di Kemenag RI. Kami di Sumbar saat ini masih menunggu regulasi dari Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kemenag,” katanya kepada Haluan, Kamis (21/10).
Lebih jauh, ia menuturkan, beberapa waktu lalu, Kemenag, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) telah membahas tentang skema penyelenggaraan ibadah umrah di masa pandemi.
“Dari pertemuan itu terdapat beberapa poin kesepakatan. Salah satunya, Ditjen PHU meminta agar PPIU segera melaporkan daftar tunggu jemaah umrah dari seluruh daerah. Lalu, untuk keberangkatan awal, jemaah wajib melakukan vaksinasi lengkap sesuai dengan regulasi atau ketentuan Pemerintah Arab Saudi,” ujarnya
Menurut Joben, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi hingga kini belum mengakui Sinovac sebagai salah satu vaksin untuk Covid-109. Oleh sebab itu, jemaah asal Indonesia nantinya sebelum berangkat akan diberikan vaksin booster.
“Nanti keberangkatan jemaah umrah juga akan terpusat di Bandara Soekarno-Hatta dan seluruh jemaah dalam kurun 1×24 jam wajib menginap di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur. Dengan kata lain, jemaah asal Sumbar tidak bisa lagi langsung berangkat dari Bandara Internasional Minangkabau (BIM),” katanya.
Pemusatan jemaah itu sendiri bertujuan agar pemeriksaan kesehatan atau screening bisa lebih mudah dilakukan. Pasalnya, sehari sebelum keberangkatan, jemaah wajib menjalani vaksinasi, pemeriksaan meningitis, dan melalakukan tes swab PCR.
“Jemaah umrah akan diberi akomodasi dan menginap di Pondok Gede. Bagi jemaah yang tidak lolos screening, keberangkatannya akan diundur sementara,” katanya.
Ia menambahkan, dalam waktu dekat Ditjen PHU Kemnnag RI akan segera mengumumkan jadwal keberangkatan awal jemaah umrah serta kuota bagi masing-masing daerah, termasuk Sumbar.
“Jadwal pastinya belum ada. Kami masih menunggu, termasuk soal berapa jumlah jemaah pada keberangkatan pertama dari Sumbar. Insya Alllah dalam waktu dekat akan diumumkan,” katanya.
Sinkronisasi PeduliLindungi
Pemerintah Indonesia terus melakukan upaya diplomatik dengan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi agar jemaah Indonesia kembali dapat beribadah umrah, setelah Arab Saudi telah membuka kembali izin bagi jemaah asal Indonesia. Beberapa hal teknis intens dibahas kedua negara dan membutuhkan kesepakatan bersama.
“Masyarakat kami minta untuk bersabar menunggu,” ujar Konsul Jenderal RI di Jeddah, Eko Hartono dalam Dialog Produktif Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) KPCPEN seperti dilansir dari CNN Indonesia, Kamis (21/10).
Salah satu hal teknis tersebut adalah upaya sinkronisasi aplikasi PeduliLindungi dengan aplikasi serupa yang dimiliki Pemerintah Arab Saudi, yakni Tawakkalna. Tujuannya agar status kesehatan khususnya sertifikat vaksinasi jemaah Indonesia dapat dibaca atau dipastikan saat melakukan ibadah di sana. Saat ini, upaya tersebut masih dalam tahap proses. “Tanpa status kesehatan dan sertifikat vaksin, tidak bisa melaksanakan ibadah umrah,” kata Eko.
Terkait vaksin, menurut Eko, terdapat empat jenis vaksin yang wajib digunakan calon jamaah umrah, yakni Pfizer, Moderna, AstraZeneca, dan Johnson&Johnson. Sementara jemaah yang mendapatkan vaksin jenis lain, misalnya Sinovac dan Sinopharm, harus memperoleh minimal satu kali vaksin booster dari empat merek yang dipakai di Arab Saudi.
Eko menegaskan, hingga ada peraturan yang jelas terkait berbagai teknis termasuk kebijakan vaksin dan booster, masyarakat diimbau untuk menunggu dan tidak memaksakan diri berangkat ibadah umrah, misalnya dengan memakai visa kunjungan.
“Nanti akan terlunta-lunta, tidak bisa menjalankan ibadah. Kondisi saat ini beda dengan sebelum pandemi Covid-19. Sekarang harus dengan ketentuan yang berlaku, dan e-Visa juga harus diurus,” katanya.
Direktur Bina Haji dan Umroh Kemenag RI, Nur Arifin menjelaskan bahwa pihaknya terus melakukan koordinasi dengan berbagai kementerian, lembaga, juga Satgas Covid-19. Misalnya terkait perlindungan kesehatan jemaah, yakni aturan karantina dan vaksin booster, pembahasan revisi biaya umroh, termasuk juga koordinasi teknis dengan asrama haji dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) terdekat.
Selain PeduliLindungi, jemaah juga akan dibekali kartu status yang dikalungkan di leher. Kartu tersebut akan memudahkan jemaah saat harus melakukan screening kesehatan di lokasi ibadah. Pemerintah, ujar Arifin, juga tengah mengatur kesepakatan dengan para asosiasi untuk keberangkatan umrah pintu pada tahap awal.
“Rancangan umrah tahap awal satu pintu ini guna membangun kepercayaan Arab Saudi, bahwa kami benar-benar bertanggung jawab, dengan hanya memberangkatkan jemaah yang sehat. Setelah ini berhasil, (keberangkatan atau embarkasi) akan dikembalikan ke daerah-daerah seperti sebelumnya. Jadi mohon jangan salah pengertian,” tutur Arifin.
Sejalan dengan itu, Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Umroh dan Haji, Budi Darmawan berharap, tahap awal pemberangkatan umroh dari satu pintu ini akan dapat membuktikan pada Pemerintah Arab Saudi bahwa jemaah Indonesia yang tiba semua sehat, nol kasus Covid-19, dan dapat mengikuti aturan kedua negara.
Budi menjelaskan, calon jemaah umrah yang tertunda keberangkatannya karena pandemi, berjumlah sekitar 62 ribu orang, terhitung sejak penutupan pada 27 Februari 2020. Dengan informasi yang disampaikan dalam kesempatan ini, ia ingin masyarakat serta seluruh penyelenggara di Indonesia dapat memahami bahwa belum ada keputusan keberangkatan.
“Jemaah kami harapkan memberikan kepercayaan pada PPIU, karena aturan dan regulasi di Arab Saudi sangat berbeda dan tercantum dalam satu sistem,” ujar Budi.
Pihaknya juga berharap, embarkasi di daerah kelak dapat segera dibuka guna menekan biaya ibadah umrah. Seperti diketahui, setelah pandemi, biaya umrah ditetapkan menjadi Rp26 juta, kemungkinan akan meningkat sekitar 30 persen, karena tambahan biaya karantina, tes PCR, serta asuransi.
Sementara itu, Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Bakti Bawono Adisasmito meminta masyarakat betul-betul mempersiapkan diri dalam perjalanan umrah, karena penularan bisa terjadi di mana saja, baik saat perjalanan maupun pelaksanaan ibadah, mengingat jemaah bisa berada di kerumunan orang dari berbagai negara.
“Pastikan menerapkan 3M dan anjuran detil protokol kesehatan yang diberlakukan Indonesia dan Arab Saudi. Ikuti proses karantina sebelum berangkat dan setelah kembali, di tempat-tempat yang sudah terstandarisasi. Pemberangkatan dari satu pintu penting guna memastikan semua terkendali,” kata Wiku. (h/mg-rga)