HALUANNEWS, PADANG — Sejumlah vial vaksin di Sumatra Barat (Sumbar) akan mendekati masa kedaluwarsa dalam waktu dekat. Sementara kebutuhan vaksin diprediksi meningkat, mengingat vaksinasi dosis ketiga atau booster menjadi salah satu syarat untuk mudik Lebaran.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumbar, Lila Yanwar menyebutkan, saat ini belum ada vaksin yang tersedia di Dinkes Sumbar yang telah kedaluwarsa. Hanya saja, ia mengakui bahwa memang ada sejumlah vial yang mendekati masa kedaluwarsa.
“Kalau yang kedaluwarsa sih tidak ada, tapi memang ada yang mendekati. Cuma jumlah pastinya saya tidak hafal,” katanya kepada Harianhaluan, Kamis (31/3/2022).
Ia menuturkan, Dinkes Sumbar akan mengikuti mekanisme distribusi vaksin dari pusat, yakni dengan menghabiskan dulu stok vaksin yang ada. Setelah stok vaksin di daerah habis, barulah pihaknya mengajukan penambahan.
“Pfizer saja ada ratusan ribu vial lagi yang belum terpakai. Bagaimanapun, untuk pengajuan stok memang harus dihabiskan dulu stok yang masih ada,” ucapnya.
Di sisi lain, penetapan vaksinasi booster sebagai salah satu syarat mudik Lebaran juga dinilai akan meningkatkan permintaan terhadap vaksin. Untuk itu, ia juga optimis capaian vaksinasi akan ikut meningkat.
Ia menyebutkan, hal itu karena kebutuhan masyarakat yang akan mudik tentunya akan lebih memilih vaksin lengkap daripada harus tes PCR. “Kemungkinan akan meningkat. Daripada orang pilih PCR kan,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, sebanyak 1.078.000 dosis vaksin Covid-19 kedaluwarsa pada Kamis (31/3/2022). Bali dan NTT tercatat paling banyak memiliki vaksin yang akan kedaluwarsa.
“Menyusul Bali dan NTT, ada Lampung dan DKI. Terbanyak, merek vaksin yang akan kedaluwarsa adalah AstraZaneca, Sinovac dan Moderna. Namun, untuk Sinovac akan cepat habis, karena peruntukannya saat ini untuk vaksin anak (6-11 tahun),” katanya.
Namun, kata Maxi, pihaknya masih akan melakukan validasi data kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Sebab, ada kemungkinan keterlambatan data yang masuk lantaran masih menggunakan sistem data yang manual di daerah. (*)