Lantaran kontrak kerja sama tersebut akan segera berakhir, maka perlu dilakukan diskusi mendalam guna meninjau lebih jauh apakah kerjasama yang dilakukan Pemprov Sumbar dengan PT Grahamas Citra Wisata selaku pengelola Novotel Bukittinggi, masih menguntungkan atau tidak bagi Sumbar.
“Pada intinya kita tidak ingin iklim investasi di Sumbar terganggu hanya karena isu pengelolaan aset Novotel. Cukuplah masalah tanah Ulayat dan kawasan rawan bencana saja yang menjadi alasan penghambat investor masuk ke Sumbar ini,” jelasnya.
Senada dengan itu, Ketua Komisi III DPRD Sumbar, Ali Tanjung menyampaikan, sejatinya tidak ada sedikitpun niat dari Komisi III DPRD Sumbar untuk menganggu iklim investasi dengan bergulirnya isu pengelolaan Novotel ini. Ia menegaskan, pembahasan kerja sama pengelolaan Novotel, murni bertujuan untuk mengoptimalkan pengelolaan aset Iddle Sumbar demi meningkatkan capaian PAD Sumbar.
“Perlu diingat bahwa dari sekian banyak aset, hanya satu Bank Nagari yang menguntungkan, lainnya tidak, hotel Balairung pun sampai saat ini masih merugi meski DPRD sudah cerewet,” ungkapnya.
Kerugian yang sama, menurutnya juga dialami oleh sejumlah BUMD Pemprov Sumbar dan sejumlah kontrak perjanjian kerja sama lainnya. Seperti halnya kontrak perjanjian pengelolaan hotel Novotel yang disinyalir sangat merugikan Pemprov Sumbar dalam segi penerimaan PAD.
“Kita tentu menginginkan investasi yang menguntungkan bagi Sumbar. Sementara Novotel, sejak 30 tahun berdiri di Sumbar laporan keuangannya tidak pernah untung. Sementara faktanya keuntungan yang mereka dapatkan bisa mencapai 20 hingga 30 miliar rupiah per tahunnya,” ucap Ali Tanjung.