‘’PLN membuat kami para petani untung besar. Sejak beralih ke motor electro ini, petani-petani bisa menghemat biaya operasional hingga 68 persen untuk proses penggilingan tebunya,’’ katanya.
Dasril menjelaskan, rata-rata tebu yang diolah per bulan oleh masing-masing kilang tebu adalah 10 ton. 10 ton tebu tersebut dapat menghasilkan satu ton gula merah saka setiap bulannya. Saat menggunakan mesin dompeng berbahan BBM, kilang tebu membutuhkan biaya operasional BBM dan perawatan sekitar Rp.5,5 Juta per bulan.
‘’Tapi setelah beralih ke mesin electro dari PLN, biaya yang kami keluarkan kini hanya sekitar Rp.1,7 Jutaan saja per bulan. Hemat hingga Rp.3,7 Jutaan. Jadi jika harga BBM dianggap Rp10.000 per liter artinya kami bisa menghemat atau efisien sekitar 68 – 70%,’’ jelas Dasril.
Efisiensi ini, lanjut Dasril, akhirnya berdampak pada keuntungan dan pendapatan yang lebih besar. Keuntungan lainnya, kilang tebu menjadi lebih hieginies, bebas polusi udara serta polusi suara.
General Manager PLN Unit Induk Distribusi Sumatera Barat, Eric Rosi Priyo Nugroho mengatakan, TJSL PLN kepada petani tebu Lawang Matur merupakan komitmen untuk mendukung pengembangan sektor pertanian. Komitmen ini berlandaskan pula pada Sustainable Developments Goals (SDGs) atau pembangunan yang berkelanjutan, yaitu SDGs ke-8, pengembangan ekonomi atau UMK.
“Hingga saat ini PLN telah menyalurkan 19 unit motor electro ke berbagai Kelompok Tani di Lawang Matur. Dengan rincian 3 unit bantuan motor electro pada Tahun 2022 dan 16 unit motor electro pada Tahun 2023 ini. 17 Kilang Tebu dilayani dengan daya listrik 13.200 VA, dan 2 lainnya berdaya 10.600 VA. Artinya PLN melayani listrik dengan total 245,6 kVA untuk pertumbuhan ekonomi petani tebu Matur,” tambah Eric.