“Cuma masalahnya, OPD terkait tidak menyadari bahwa tugas untuk mengamankan aset adalah tupoksi mereka. Karena bagaimanapun, itu aset mereka sendiri. Ironisnya, ada OPD yang bahkan tidak tahu kalau asetnya sudah diserobot orang,” ujar Delliyarti kepada Haluan.
BPKAD sebagai pengelola, ucapnya, bertugas menjadi “polisi lalu lintas” yang mengatur jalannya penggunaan aset. Sederhananya, pengelolaan aset berada di bawah kewenangan OPD terkait sebagai pengelola aset. Apabila OPD tersebut tak lagi membutuhkan dan menggunakan aset tersebut, OPD bisa mengembalikan aset itu kepada BPKAD sebagai pengelola. Selanjutnya, BPKAD-lah yang mengatur mau diapakan aset tersebut
“Misalnya, Dinas Pendidikan membutuhkan tanah. Nah, kamilah kemudian yang mencarikan tanah yang tidak terpakai, lalu diserahkan pengelolaannya ke Dinas Pendidikan. Selanjutnya, bagaimana aset itu digunakan, menjadi urusan Dinas Pendidikan,” tuturnya.
Ia menjelaskan, inventarisasi aset juga sesungguhnya menjadi tugas OPD bersangkutan. Merekalah yang menyampaikan kepada BPKAD jika ada aset milik mereka yang bermasalah. Dari situlah tugas BPKAD mencarikan solusi. Selain memberikan solusi, pihaknya juga memberikan sosialisasi dan pelatihan pengelolaan aset bagi OPD-OPD.
“Misalnya ada OPD yang memiliki tanah, tapi belum memiliki sertifikat, atau sertifikatnya bermasalah, kami tunjukkan bagaimana prosedur penyelesaiannya. Atu mungkin juga ikut memfasilitasi penyelesaiannya dengan BPN. Seperti itu,” ujarnya. (h/len)