PADANG, HALUAN – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar menetapkan 13 tersangka terkait dugaan penggelapan uang ganti rugi lahan tol Padang-Pekanbaru di kawasan Taman Kehati, Kabupaten Padang Pariaman, dengan dugaan kerugian negara hingga Rp27,85 miliar. Terungkapnya kasus ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah daerah (Pemda) dalam menjalankan dan mengawasi proyek nasional.
Dugaan penggelapan atau korupsi dengan taksiran kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah itu diduga hasil kongkalingkong oknum aparatur pada pemerintahan daerah (Pemda). Sebab, para tersangka yang ditetapkan oleh Kejadi juga meliputi unsur pegawai pemerintahan, yang bekerja sama dengan masyarakat sipil.
“Setelah melakukan penyidikan dan mengumpulkan alat bukti, akhirnya ditetapkan 13 tersangka dalam kasus ini,” kata Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sumbar, Mustaqpirin, bersama Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Suyanto, dalam jumpa pers, Jumat, (29/10).
Ada pun 13 tersangka itu antara lain, SS yang berstatus Perangkat Pemerintahan Nagari Parit Malintang, YW berstatus aparatur Pemkab Padang Pariaman. Lalu, J, RN, US berlatas belakang Anggota Pelaksanaan Pengadaan Tanah (P2T) Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kemudian, BK, NR, SP, KD, AH, SY, dan RF, selaku masyarakat yang diduga mendapatkan uang ganti rugi.
Selain itu, juga ditetapkan tersangka berinisial SA selaku penerima ganti rugi, sekaligus perangkat pada Pemerintahan Nagari Parit Malintang. Atas perbuatan tersebut, para tersangka kali ini dijerat dengan Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 9 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Mustaqpirin menyampaikan, untuk sementara nilai kerugian negara atas penggelapan uang ganti rugi lahan untuk tol itu mencapai Rp27,85 miliar. Namun, Kejati Sumbar juga telah menyerahkan penghitungan riil kerugian negara dalam kasus itu kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumbar.
Kerugian itu muncul, sambungnya, karena diduga uang pembayaran ganti rugi lahan tol yang telah digelontorkan oleh negara diklaim secara melawan hukum oleh pihak yang tidak berhak sebagai penerima ganti rugi.
Penetapan tersangka, sambung Mustaqpirin, dilakukan setelah pihak Kejati menemukan dua alat bukti yang kuat, sehingga proses penyelidikan bisa ditingkatkan ke penyidikan. Salah satu barang bukti tersebut berupa kwintansi pembayaran ganti rugi yang diterima oleh masyarakat dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Kronologi Kasus
Sementara itu, Aspidsus Kejati Sumbar, Suyanto, menambahkan bahwa kasus penggelapan uang ganti rugi tersebut berkaitan dengan pembebasan lahan untuk pembangungan jalan tol Padang-Pekanbaru, tepatnya di kawasan Taman Kehati Padang Pariaman, yang merupakan aset pemerintah. Namun, pada proses pembebasan lahan, sejumlah oknum masyarakat diduga menerima uang ganti rugi.
“Kasus ini terjadi karena pembayaran pembebasan lahan tol di lokasi Taman Kehati yang merupakan aset Pemkab Padang Pariaman, tapi uang ganti rugi diterima oleh oknum masyarakat yang tidak berhak menerimanya,” katanya.
Suyanto menjelaskan, Taman Kehati menjadi aset pemerintah kabupaten sejak 2011 lalu, saat adanya pembebasan lahan pada proses pemekaran Ibu Kota Kabupaten (IKK) Parit Malintang atas permintaan masyarakat. Pada tahun itu juga, Pemda menindaklanjuti dengan langkah pembebasan lahan dan menjadi aset pemerintah.
“Karena lokasi tanah di sana merupakan tanah ulayat, maka dilakukan penggantian ganti rugi tanah beserta lahan hidup masyarakat melalui Kerapatan Adat Nagari (KAN) setempat. Sumber dana penggantiannya berasal dari APBD Padang Pariaman. Proses penggantiannya sudah selesai tahun 2011,” ucapnya lagi.
Lahan akhirnya dikuasai oleh Pemkab Padang Pariaman dengan membangun Kantor Bupati (2010), Hutan Kota (2011), Ruang Terbuka Hijau (2012), Kantor Dinas (2014), termasuk Taman Kehati (2014), berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati di atas lahan seluas 10 hektare.
Taman Kehati, kata Suyanto, juga pernah mendapat bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari kementerian pada tahun 2014. Kemudian pada 2018 dab 2019, kawasan Taman Kehati ditetapkan sebagai salah satu trase untuk pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru.
“Masyarakat yang dulu telah menerima ganti tanam dan tumbuhan pada proses pemekaran dulu, malah muncul kembali dan menerima uang ganti rugi pembebasan lahan tol itu dengan surat kepemilikan yang baru dan segala macamnya,” katanya.
Suyanto menyebutkan, proses penggelapan ganti rugi tersebut diduga juga dibantu pihak lain dan keterlibatan unsur pemerintah nagari dan pemerintah daerah. Kajati saat ini juga masih menelusuri aliran uang tersebut ke pihak-pihak lain.
“Ini bagian dari upaya kejaksaan dalam mendukung proyek tol sebagai proyek strategis nasional. Jangan sampai ada pihak tak bertanggung jawab yang mengambil keuntungan pribadi dan merugikan keuangan negara,” katanya.
Teguran Keras
Sementara itu, Ketua DPRD Sumbar, Supardi, mengapresiasi respons cepat Kejaksaan Tinggi Sumbar dalam menyelesaikan dugaan korupsi ganti rugi lahan Jalan Tol Padang-Pekanbaru. Persoalan ini, katanya, harus segera diselesaikan karena akan menghambat jalannya pembangunan dan mencoreng nama baik Pemerintah Daerah di Sumbar.
“Kita minta agar persoalan ini bisa segera diselesaikan, karena ini akan mengganggu jalannya proyek srategis nasional. Kasus ini mencoreng nama pemerintah daerah di Sumbar. Bisa jadi ini dijadikan pertimbangan oleh pemerintah pusat untuk menghentikan sejenak jalannya pembangun tol Padang-Pekanbaru,” katanya, Jumat (29/10).
Menurut Supardi, Sumbar sama dengan daerah lainnya, yang tidak memiliki persoalan yang cukup berat dalam melaksanakan proyek-proyek pembangunan dengan skala besar. Termasuk juga tanah ulayat yang selama ini sering disebut sebagai penghambat masuknya investasi untuk pembangunan.
“Persoalannya bukan karena tanah ulayat, tapi ada ulah oknum yang mencoba bermain dan mencari keuntungan dari pembebasan lahan. Ini buktinya sudah ada tersangkanya. Masyarakat Sumbar selama ini welcome dengan pembangunan yang akan membawa manfaat,” katanya lagi.
Supardi menilai, kasus penggelapan uang ganti rugi lahan tol ini akan menjadi catatan dari pemerintah pusat, terutama terkai keseriusan Pemda di Sumbar dalam mengawasi jalannya pembangun proyek strategis nasional.
Pemda, sambung Supardi, juga harus meningkatkan pengawasan agar ke depan kasus serupa tidak lagi terjadi. Ia mendorong kerja sama antar Pemda dan Forkompimda, serta instansi-instansi terkait dalam mengawasi pembangunan jalan tol.
Terpisah, Anggota DPRD Sumbar dari PDI Perjuangan, Albert Hendra Lukman, mengaku sangat menyayangkan terjadinya kasus yang akan mencoreng nama Pemerintah Daerah di Sumbar dalam mengawasi proyek pembangunan Tol Padang-Pekanbaru. Terlebih, selama ini perosalan pembebasan lahan berjalan cukup rumit dan membuat banyak investor urung berinvestasi di Sumbar.
“Sumbar sudah diberikan kepercayaan untuk pembangunan besar. Pemda dan pejabat terkait harus menjaga kepercayaan itu dengan terus melakukan pengawasan yang ketat, agar kasus penyelewengan seperti ini tidak terjadi lagi,” katanya.
Albert menambahkan, kasus penggelapan uang ganti rugi tersebut harus jadi introspeksi bersama dari Pemda. Ia mendorong, agar penegak hukum segera menyelesaikan kasus ini. “Jika dibiarkan, kita tidak akan tahu kapan pembangun tol ini akan selesai,” katanya. (h/win/mg-rga)