Pengawasan Pembebasan Lahan Jalan Tol di Sumbar Harus Dievaluasi

Proses pemadatan tanah oleh kendaraan alat berat di area pembangunan Jalan Tol Sesi Padang-Sicincin beberapa waktu lalu. Proses ganti rugi sebagian lahan saat ini tengah bermasalah dan menjerat sejumlah orang sebagai tersangka. DOK. HALUAN

PADANG, HALUAN – Proses pembebasan lahan bakal Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) di Sumbar perlu dievaluasi, terutama terkait pengawasan agar tak terjadi praktik korupsi. Sementara itu, terkait dugaan penggelapan yang ganti rugi lahan untuk tol di Taman Kehati Padang Pariaman yang menjerat sebelas tersangka, Pemprov Sumbar menyatakan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat penegak hukum.

Wakil Gubernur Sumatra Barat (Wagub Sumbar), Audy Joinaldy mengatakan, Pemprov Sumbar berharap agar pengusutan dugaan penggelapan itu berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. “Biar penegak hukum yang melanjutkan,” kata Audy kepada Haluan, Minggu (31/10).

Selain itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Padang Pariaman, Rudi Repenaldy Rilis juga menyampaikan hal yang sama, bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya kasus dugaan penggelapan ganti rugi lahan tol itu pada penegak hukum. Termasuk juga, proses hukum untuk salah seorang tersangka yang disebut berasal dari lingkup Pemkab Padang Pariaman.

“Terkait kasus uang ganti rugi lahan tol ini, yang pasti sudah dalam proses hukum yang sedang berjalan, dan yang jelas kita tunggu bagaimana kejelasannya dari penegak hukum tersebut. Sebelum nanti kita mengambil tindakan,” ujar Rudi pada Haluan, Minggu (31/10).

Rudi menegaskan, Pemkab Padang Pariaman akan mengambil langkah tegas sesuai dengan prosedur kepegawaian, bila memang terbukti ada aparat pemerintahan yang terlibat dalam kasus uang ganti rugi lahan tol tersebut.

Hingga saat ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar telah menetapkan 13 tersangka dalam kasus dugaan penggelapan uang ganti rugi Taman Kehati, Padang Pariaman, yang termasuk dalam trase lahan tol. Salah seorang tersangka ialah YW, berlatar belakang aparatur pada Pemkab Padang Pariaman.

Kemudian, dua tersangka lainnya, SS dan SA, adalah perangkat pada pemerintahan nagari Parit Malintang. Lalu, ada tersangka J, RN, US yang berlatar belakang Anggota Pelaksana Pengadaan Tanah (P2T) Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kemudian, BK, NR, SP, KD, AH, SY, dan RF, selaku masyarakat yang diduga mendapatkan uang ganti rugi.

Rudi menegaskan, dengan terungkapnya kasus dugaan penggelapan uang ganti rugi lahan tol di kawasan Taman Kehati tersebut, maka akan menjadi bahan evaluasi bagi Pemkab Padang Pariaman ke depan. Terutama, dalam mengawasi proses pembayaran uang ganti rugi lahan untuk pembangunan jalan tol di Padang Pariaman.

“Ini merupakan pengalaman berharga bagi kami, agar ke depan proses pengelolaan pembangunan jalan tol ini lebih hati-hati lagi. Terutama pada aset pemerintah daerah, supaya kasus ini tidak terjadi lagi nanti,” katanya.

Hasil pemeriksaan sementara Kejati mencatat, bahwa dugaan kerugian negara atas penggelapan uang ganti rugi tersebut mencapai Rp27,85 miliar. Namun, Kejati Sumbar juga telah menyerahkan penghitungan riil kerugian negara dalam kasus itu kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumbar.

Kerugian negara Rp27,85 miliar itu muncul karena diduga uang pembayaran ganti rugi lahan tol yang telah digelontorkan oleh negara, diklaim secara melawan hukum oleh pihak yang tidak berhak sebagai penerima ganti rugi.

Aspidsus Kejati Sumbar, Suyanto menyebutkan, kasus penggelapan uang ganti rugi tersebut berkaitan dengan pembebasan lahan untuk pembangungan jalan tol Padang-Pekanbaru, tepatnya di kawasan Taman Kehati Padang Pariaman, yang merupakan aset pemerintah. Namun, pada proses pembebasan lahan, sejumlah oknum masyarakat diduga menerima uang ganti rugi.

“Kasus ini terjadi karena pembayaran pembebasan lahan tol di lokasi Taman Kehati yang merupakan aset Pemkab Padang Pariaman, tapi uang ganti rugi diterima oleh oknum masyarakat yang tidak berhak menerimanya,” katanya.

Padahal, sambung Suyanto, Taman Kehati menjadi aset pemerintah kabupaten sejak 2011 lalu, saat adanya pembebasan lahan pada proses pemekaran Ibu Kota Kabupaten (IKK) Parit Malintang atas permintaan masyarakat. Pada tahun itu juga, Pemda menindaklanjuti dengan langkah pembebasan lahan dan menjadi aset pemerintah.

Lahan akhirnya dikuasai oleh Pemkab Padang Pariaman dengan membangun Kantor Bupati (2010), Hutan Kota (2011), Ruang Terbuka Hijau (2012), Kantor Dinas (2014), termasuk Taman Kehati (2014), berdasarkan Surat Keputusan (SK) Bupati di atas lahan seluas 10 hektare.

Taman Kehati, kata Suyanto, juga pernah mendapat bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari kementerian pada tahun 2014. Kemudian pada 2018 dab 2019, kawasan Taman Kehati ditetapkan sebagai salah satu trase untuk pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru.

“Masyarakat yang dulu telah menerima ganti tanam dan tumbuhan pada proses pemekaran dulu, malah muncul kembali dan menerima uang ganti rugi pembebasan lahan tol itu dengan surat kepemilikan yang baru dan segala macamnya,” katanya.

Suyanto menyebutkan, proses penggelapan ganti rugi tersebut diduga juga dibantu pihak lain dan keterlibatan unsur pemerintah nagari dan pemerintah daerah. Kajati saat ini juga masih menelusuri aliran uang tersebut ke pihak-pihak lain.

“Ini bagian dari upaya kejaksaan dalam mendukung proyek tol sebagai proyek strategis nasional. Jangan sampai ada pihak tak bertanggung jawab yang mengambil keuntungan pribadi dan merugikan keuangan negara,” katanya. (h/mg-dar/mg-sci)

Exit mobile version