PADANG, HARIANHALUAN.ID – Provinsi Sumatra Barat dan Riau, selalu menghadapi ancaman krisis energi listrik setiap kali terjadi musim kemarau panjang. Kondisi itu dipicu oleh terjadinya penurunan debit air penggerak turbin-turbin raksasa penghasil listrik di empat Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang beroperasi di Sumatra Barat.
Keempat PLTA itu adalah PLTA Singkarak di Danau Singkarak, PLTA Maninjau di Danau Maninjau, PLTA Agam di Batang Agam serta PLTA Koto Panjang di Danau Buatan yang terletak di perbatasan Provinsi Sumbar dengan Provinsi Riau.
Krisis debit Air yang hampir selalu terjadi setiap musim kemarau panjang melanda ini, tidak jarang membuat PLN terpaksa memberlakukan pemadaman listrik bergilir yang tentu akan menimbulkan kerugian ekonomi luar biasa bagi masyarakat maupun kalangan industri.
Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumbar, Prof Isril Berd mengatakan, krisis energi listrik yang selalu menghantui Sumbar dan Provinsi tetangga ini, hanya bisa diatasi apabila alih fungsi lahan dan kerusakan lingkungan massif yang terjadi di daerah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) penggerak turbin di empat PLTA yang ada segera dihentikan.
“Perlu gerakan nyata untuk menyelamatkan Sumbar dan Provinsi tetangga dari ancaman krisis energi listrik sebagai akibat berkurangnya debit air di sejumlah PLTA yang ada. Cara yang paling tepat adalah dengan melakukan rehabilitasi areal tangkapan air di daerah hulu aliran sungai,” ujarnya kepada Haluan Selasa (24/10).
Menurut Isril Berd, daerah bagian hulu DAS Kampar yang berhulu di daerah di Kabupaten Limapuluh Kota dan Pasaman serta melintas ke daerah Riau, telah terpantau mengalami kerusakan akibat terjadinya alih fungsi lahan, aktivitas tambang, ilegal logging dan ladang berpindah.
Kerusakan lingkungan ini perlu menjadi perhatian serius agar areal tangkapan dan simpanan air yang menjadi sumber siklus hidrologi penggerak turbin PLTA Koto Panjang tetap terjaga dan terlindungi dari kerusakan parah yang akan berdampak terhadap ketahanan energi listrik Sumbar dan Provinsi tetangga lainnya.
Atas dasar itu, isu lingkungan dan energi krusial ini, perlu menjadi perhatian bagi pemerintah serta pihak perusahaan yang selama ini telah menerima dan menikmati jasa lingkungan sumber daya air di hulu DAS Kampar.
Mereka harus berkontribusi nyata terhadap pemulihan kerusakan lingkungan yang terjadi di kawasan yang menjadi sumber supply air utama yang akan pemutar tiga unit turbin pembangkit listrik di PLTA Koto Panjang.
“Forum DAS Sumbar meminta PLTA Koto Panjang memperhatikan hulu DAS Kampar agar sumber daya air pemutar turbin sumber energi listrik tetap lestari seperti yang diharapkan,” tegas dia.
Isril Berd mengungkapkan, PLN, selaku BUMN operator PLTA Koto Panjang, wajib menunaikan tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) kepada masyarakat setempat. Selain itu, PLN juga wajib membayarkan Pajak Air Permukaan dan Imbal Jasa Lingkungan (IJL) kepada pemerintah.
Program maupun dana segar yang berasal dari kewajiban pajak PLTA Koto Panjang maupun perusahaan penikmat jasa lingkungan DAS Kampar itu, mesti digunakan pemerintah untuk memulihkan kerusakan lingkungan massif yang berpengaruh terhadap siklus hidrologis di daerah itu
“Selama ini perusahaan-perusahaan itu lupa, padahal itu sudah jelas ada ketentuannya. Jika semua kewajiban itu ditunaikan, dana itu bisa digunakan untuk melakukan rehabilitasi daerah hulu DAS Kampar,” terangnya.
Isril Berd mengungkapkan, dirinya bersama sejumlah anggota Forum DAS Sumbar, baru saja selesai membicarakan ancaman krisis air penggerak PLTA Koto Panjang yang menjadi sumber listrik bagi Sumbar dan sejumlah Provinsi tetangga bersama Gubernur Mahyeldi Ansharullah.
Pada kesempatan itu, Forum DAS Sumbar juga menyatakan kesediaan waktu, tenaga dan pikiran untuk melaksanakan program-program rehabilitasi dan penyelamatan lain yang perlu dilaksanakan didaerah hulu DAS Kampar.
“Inilah yang kami bicarakan dengan bapak Gubernur. Beliau menyatakan akan membantu memfasilitasi Forum DAS Sumbar untuk berdiskusi dengan pihak PLN Nusantara Power di Pekanbaru,” ungkapnya.
Isril Berd menekankan, perlu aksi nyata, komitmen, perhatian serius serta tentu saja biaya untuk menyelamatkan daerah hulu DAS Kampar dari ancaman kerusakan lingkungan yang berpotensi semakin parah dan membuat PLTA Koto Panjang kekurangan suplai air penggerak turbin penghasil listrik yang dimilikinya.
“Aksi penyelamatan bisa berupa reboisasi, normalisasi sungai, pembangunan dinding tebing rawan longsor dan sebagainya, PLN Koto Panjang selaku pihak yang akan terdampak langsung dari kerusakan lingkungan DAS Kampar mesti segera melakukan aksi nyata untuk memulihkan kawasan itu,” pungkasnya. (*)