“Pernikahan dini juga sering kali menyebabkan anak lahir dalam keadaan stunting. Disamping meningkatkan risiko terjadinya kekerasan seksual, KDRT hingga berujung kemiskinan dan lain sebagainya,” ucapnya.
Terkait dengan isu pencegahan dan penanganan korban perkawinan usia ≤ 19 tahun ini, sebenarnya sudah diatur di dalam Undang-Undang perkawinan Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dijelaskannya, pada pasal 7 UU tersebut bahkan telah dinyatakan bahwa batas minimal umur menikah yang diperbolehkan pada perempuan dan laki-laki adalah 19 tahun. Namun kampanye Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) justru menyatakan bahwa umur ideal menikah bagi laki-laki adalah 25 tahun, sedangkan perempuan 21 tahun. “Harapannya, dengan begitu keluarga yang baru saja terbentuk hendaknya menjadi keluarga yang kuat, dan punya ketahanan yang baik,” ujarnya.
Atas kompleksitas fenomena pernikahan anak di bawah 19 tahun di Sumbar, menurut Ramadhanti, jika terpilih sebagai wakil rakyat para Caleg harus mampu mendorong peningkatan pengetahuan dan keterampilan perempuan, lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya.
Hal itu penting agar kalangan rentan ini memiliki kemampuan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Sebab faktanya, perubahan iklim paling berdampak pada perempuan, lansia, penyandang disabilitas, dan anak-anak dan kelompok rentan lainnya.
“Kemudian para Caleg juga perlu memperjuangkan adanya gedung, fasilitas dan layanan publik yang responsif terhadap perempuan hamil, lansia, anak-anak, dan penyandang disabilitas menurut ragamnya di tingkat provinsi, maupun desa dan Nagari,” tambahnya.