Selidiki Penyebab Banjir Pessel, Tim Terpadu Kehutanan Segera Turun ke Lapangan

Kepala Dinas Kehutanan Sumbar Yozarwardi

PADANG, HARIANHALUAN.ID — Guna menyelidiki penyebab terjadinya banjir dan longsor yang terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) beberapa waktu yang lalu, tim terpadu yang beranggotakan Dinas Kehutanan (Dishut) Sumbar, Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS), Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat (BB TNKS), hingga Forum DAS Sumbar dan sejumlah pihak terkait lainnya akan segera turun ke lapangan.

Kepala Dishut Sumbar, Yozarwardi Usama Putra menyatakan, peninjauan dan observasi mendalam hingga ke areal hulu sungai dan perbukitan di daerah Pessel perlu dilakukan, karena malapetaka yang telah menewaskan puluhan orang dan menimbun pemukiman penduduk itu, diduga tidak disebabkan oleh faktor tunggal.

Ia menjelaskan, sebab secara teori, kerusakan hutan yang dapat berujung kepada bencana banjir dan longsor pada dasarnya bisa dipicu oleh tiga penyebab, yaitu pembalakan liar, perambahan hutan untuk dijadikan ladang, hingga kebakaran hutan.

“Dalam hal ini, di daerah Langgai yang menjadi lokasi dengan korban terbanyak, sebagaimana yang disampaikan Menteri PUPR, bencana ini mungkin bisa jadi dipicu oleh perambahan hutan serta tingginya curah hujan,” ujarnya kepada Haluan, Minggu (17/3).

Menurut Yozarwardi, ketika Langgai dan sekitarnya diterjang banjir bandang dan longsor, intensitas hujan yang mengguyur kawasan itu memang sangat tinggi. Data BMKG menyatakan, curah hujan sampai menyentuh angka 404 milimeter per detik.

Kondisi itu diperparah dengan topografi wilayah Langgai yang berbukit-bukit dengan elevasi atau kemiringan sangat ekstrem, yakni mencapai angka 400 persen. Daerah itu juga mempunyai jenis tanah yang begitu labil dan rawan longsor.

Kawasan hutan yang ada di daerah Langgai sendiri sebenarnya termasuk dalam Areal Penggunaan Lain (APL) dan TNKS yang berada di bawah pengawasan BB TNKS. “Dari citra satelit terlihat bahwa di daerah itu ada beberapa bukaan lahan-lahan gambir. Makanya saya katakan faktor kerusakan hutan itu salah satunya adalah adanya aktivitas perladangan dan perambahan liar untuk tanaman gambir,” katanya.

Terjadinya perambahan hutan untuk dijadikan areal perkebunan gambir di daerah itu juga dikuatkan oleh fakta dan foto-foto yang menampilkan begitu banyak kayu-kayu aneka jenis dan ukuran yang berserakan karena hanyut terbawa banjir hingga ke areal perkampungan warga.

Ia menyebut, jika diperhatikan lebih cermat lagi, fakta lapangan menunjukkan bahwa banjir bandang tidak dipicu oleh aktivitas pembalakan liar, melainkan oleh adanya aktivitas perambahan hutan yang akan dijadikan areal perladangan liar.

“Sebab, jika dia pembalakan liar, kayu yang berserakan di perkampungan akan berupa sortimen atau kayu-kayu dengan ukuran tertentu dan potongannya bersih. Tetapi yang kami lihat adalah kayu-kayu berukuran acak. Ada yang besar ada kecil, dan potongannya tidak teratur. Bahkan ada kayu yang masih ada cabangnya. Ada juga yang akarnya tercabut. Itu fakta lapangan yang kami dapatkan,” katanya.

Alih fungsi lahan kawasan hutan menjadi areal perladangan gambir di daerah Langgai itu diperparah dengan pendeknya aliran sungai Surantiah dari hulu ke hilir. Kondisi itu menyebabkan daya tampung sungai tidak mencukupi dan meluap ketika diguyur curah hujan tinggi. “Berdasarkan informasi teman-teman di lapangan bahwa di sungai itu sudah terjadi pendangkalan, penyempitan, dan juga ada sampah,” ujarnya.

Mengingat begitu kompleks dan banyaknya faktor yang patut dicurigai menjadi penyebab utama terjadinya bencana banjir bandang dan longsor di sejumlah wilayah Pessel, Yozarwardi mengatakan, pihaknya akan segera menerjunkan tim terpadu kehutanan ke lapangan.

“Mereka akan meninjau langsung ke lapangan untuk mengumpulkan data dan bahan serta memotret dari udara sebagai bahan dalam mengambil kebijakan nantinya. Hasilnya akan disampaikan setelah kami laporkan kepada Gubernur,” ujarnya.

Yozarwardi menegaskan, Pemprov Sumbar, utamanya Dinas Kehutanan, selama ini terus melakukan pengawasan dan penindakan terhadap segala jenis dan bentuk pelanggaran tindak pidana kehutanan yang terjadi di seluruh kabupaten/kota .

“Terkait penegakan hukum, di Pessel pada tahun 2022 kami telah pernah menindak tiga orang pelaku. Lalu pada tahun 2023 kemarin, ada tiga pelaku lagi. Semuanya kami pidana karena berkebun di dalam kawasan hutan, pokoknya pelanggaran di kawasan hutan. Artinya, kami sudah menegakkan hukum juga,” katanya.

Penegakan hukum pun juga telah dilakukan Dishut Sumbar di daerah Kabupaten Dharmasraya. Di sana pihaknya menangkap dua orang pelaku tindak pidana kehutanan. “Ini kami juga baru saja melakukan penindakan di Solok. Tertangkap illegal logging. Prosesnya sekarang sudah selesai proses pemeriksaan dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Jadi kami memang tidak main-main dan siap menyeret para pelaku ke meja hijau,” katanya.

Sebelumnya, Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah menyebut, ada indikasi kuat penebangan liar di sekitar lokasi banjir dan tanah longsor yang terjadi di Kabupaten Pessel. “Dari kejadian longsor beberapa tahun lalu termasuk bencana yang sekarang terjadi ini ada indikasi illegal logging. Terbukti saat saya ke sana penebangan liar itu ada,” katanya, Jumat (15/3).

Menurut Gubernur, penebangan liar tersebut tidak hanya terjadi di Kabupaten Pessel. Sebab, dari beberapa kabupaten yang terdampak banjir maupun tanah longsor ia menemukan adanya indikasi penebangan liar di kawasan hutan, misalnya di Kabupaten Pasaman.

Selain berkoordinasi dengan forkopimda, Pemprov Sumbar juga akan menggencarkan program perhutanan sosial. Langkah ini diharapkan menjadi sebuah solusi mencegah terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir maupun tanah longsor. “Jadi, masyarakat bisa memanfaatkan alam tanpa merusak hutan,” ujarnya. (h/fzi)

Exit mobile version