“Air mencapai leher orang dewasa kami terkepung dan tidak bisa keluar rumah karena air sudah bercampur dengan lumpur apalagi malam gelap mustahil untuk keluar dari rumah. Semua isi rumah tidak ada yang selamat hanya baju yang melekat di badan saja,” ujarnya.
Meski begitu ia bersyukur keluarganya selamat dan bisa mengungsi ke kampung sebelah setelah air mulai surut. Kini ia dan keluarganya terpaksa tinggal di tenda darurat dari bantuan yang diberikan oleh Kementerian Sosial. Selama mengungsi Depi mendapatkan makanan dari warga tempat ia mengungsi. “Bantuan datang yang pertama itu tenda dan langsung didirikan sebagai tempat untuk bermalam. Untuk makan alhamdulillah dibantu teman dari kampung sebelah,” ujarnya.
Selain bantuan tenda, ia juga banyak menerima bantuan berupa makanan, pakaian dari masyarakat yang datang ke kampungnya. “Dari hari pertama pasca banjir lumayan banyak yang datang kesini untuk memberi bantuan pribadi seperti makanan, pakaian dan kebutuhan pokok lain kepada warga setempat, Alhamdulillah kami sangat terbantu,” ujarnya.
Katanya, dampak bencana banjir dan longsor tersebut sebanyak tujuh rumah termasuk rumahnya rusak dan hancur sehingga tidak bisa untuk dihuni. “Untuk kampung ini kira-kira ada tujuh rumah yang habis termasuk isi dalamnya karena banjir bercampur dengan lumpur,” ujarnya
Selain Depi, Eti (48) juga mengaku sempat terserang demam usai ia dan keluarga harus bertahan di tengah banjir yang menggenang setinggi leher. Bahkan ia sekarang disibukkan karena harus membersihkan rumahnya yang semuanya terendam lumpur banjir.
“Tak tahu lagi apa yang bisa dikerjakan, semua sudah rusak karena banjir. Lumpurnya merusak semua peralatan rumah, tak ada yang bisa dipakai. Bahkan untuk tidur memakai kasur bantuan,” katanya.