PADANG, HARIANHALUAN.ID – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, memastikan, bencana banjir dan longsor yang merendam ribuan hektar sawah di Kabupaten Pesisir Selatan beberapa waktu lalu, tidak akan mempengaruhi ketersediaan stok beras yang dibutuhkan masyarakat sampai dengan setelah lebaran idul fitri mendatang.
Kepala Dinas Pangan Provinsi Sumatra Barat, Syaiful Bahri menyebut, Kabupaten Pesisir Selatan memang menjadi salah satu sentra penghasil padi utama Sumbar disamping Kabupaten Agam, Tanah Datar dan Sijunjung. Namun demikian masyarakat tidak boleh sampai melakukan aksi Panic Buying.
“Apalagi produksi beras kita setiap bulannya surplus sebanyak 20 sampai 30 ribu ton. Jadi tanaman padi yang gagal panen di Pesisir Selatan akan bisa kita konversi dengan hasil panen padi di daerah lain yang tidak terdampak,” ujarnya saat menggelar konferensi pers bersama dengan Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Sumatra Barat Novrial dan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Siti Aisyah Kamis (21/3) kemarin.
Menurut Syaiful Bahri, rata-rata areal persawahan masyarakat yang terkena bencana banjir dan longsor di Pesisir Selatan, adalah padi yang baru saja ditanam. Sehingga dampaknya terhadap ketersediaan beras di pasaran, baru akan terasa selama dua atau tiga bulan ke depan.
Namun demikian, ia memastikan, setelah lebaran idul Fitri nanti, Dinas Pangan Sumbar akan segera memasok dan mendistribusikan stok beras dari daerah tidak terdampak lainnya ke Kabupaten Pesisir Selatan.
“Akan kita pasok agar jangan sampai mereka kekurangan. Namun sampai menjelang lebaran, saya perkirakan mereka akan belum terdampak . Karena ada pasokan dari Bulog dan juga panen dari daerah lainnya,” ucapnya.
Terkait komoditas cabai merah yang beberapa waktu terakhir sempat mengalami lonjakan harga, Syaiful Bahri menyampaikan pihaknya telah melancarkan Operasi Pasar (OP) komoditas Cabai
di sejumlah daerah.
“Seperti di Pesisir Selatan atau Painan, disana harga Cabai sempat mencapai Rp93 ribu. Kita masuk dengan harga Rp43 ribu. Begitupun di Lubuk Basung, waktu itu harga Rp85 ribu, Alhamdulillah setelah kita masuk, saat ini harga cabai di berbagai daerah sudah mulai turun,” jelasnya.
Menurut Syaiful Bahri, lonjakan harga cabai yang terjadi beberapa waktu lalu, dipicu oleh gagal panen yang dialami para petani Cabai di Salingka Gunung Marapi yang saat ini masih mengalami erupsi.
Gagal panen Cabai, juga dialami oleh para petani di daerah Alahan Panjang Kabupaten Solok. Untuk mengatasi kelangkaan itu, Dinas Pangan Sumbar telah mendatangkan 2 ton Cabai dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang saat ini telah didistribusikan lewat Gerakan Pangan Murah (GPM) di beberapa daerah.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Sumatra Barat, Novrial menyebutkan, harga cabai di seluruh Kabupaten Kota, saat ini sudah mulai turun. Harga rata-rata cabai di seluruh daerah, bahkan sudah berada di angka Rp 57 ribu per kilogram.
“Harga tertinggi Rp73 ribu dan harga terendah sebesar Rp 40 ribu per kilogram,” ucapnya.
Lanjut ia sampaikan, untuk mengantisipasi lonjakan harga bahan pokok jelang bulan puasa dan idul Fitri 1445 H mendatang, Gubernur Sumbar telah menerbitkan surat edaran nomor 90/122/Perindag
“Lewat edaran itu, Gubernur telah meminta seluruh Bupati dan Walikota untuk melakukan pemantauan harga dan pasokan bahan pokok secara rutin dan intensif guna memonitor indikasi kelangkaan,” jelasnya
Selain melakukan pemantauan, para Bupati dan Walikota juga diminta untuk memetakan jalur distribusi bahan pokok dalam rangka menjaga kelancaran distribusi dan identifikasi masalah jika terjadi gejolak harga.
“Pemerintah kabupaten kota juga dihimbau untuk melakukan kegiatan pasar murah, sembari melakukan sosialisasi konsumen cerdas agar konsumen membeli barang berdasarkan kebutuhan bukan keinginan,” pungkasnya. (*)