HARIANHALUAN.ID – Fidiah secara bahasa adalah tebusan. Menurut istilah syariat adalah denda yang wajib ditunaikan, karena meninggalkan kewajiban atau melakukan larangan. Maka dari itu, ada beberapa kategori orang wajib membayar fidiah.
Sesuai dengan ketentuan Islam, berikut ini adalah orang-orang yang diperbolehkan membayar fidiah sebagai pengganti puasa:
1. Perempuan Hamil dan Menyusui
Perempuan hamil dan menyusui pada bulan Ramadan diperbolehkan untuk tidak puasa dan membayarnya dengan fidiah. Hal tersebut boleh dilakukan jika khawatir mengenai gizi anak yang dikandung ataupun yang disusui.
Baca Juga: Tata Cara Membayar Fidiah Menurut Islam
Sebab, jika mereka mengkhawatirkan keselamatan dirinya sendiri beserta anaknya, maka kewajiban fidiah akan gugur. Menurut sebagian ulama, ibu hamil dan menyusui yang tidak melaksanakan puasa wajib membayar fidiah.
Akan tetapi, menurut Imam Syafi’i, mereka harus membayar hutang puasa dengan cara qadha sekaligus membayar fidiah.
2. Orang Sakit Parah dan Tidak Ada Peluang Sembuh
Seseorang yang mengalami sakit parah dan tidak mampu melaksanakan puasa, juga tidak diwajibkan menunaikan ibadah puasa di Ramadan. Akan tetapi, mereka wajib membayar fidiah sebagai pengganti puasa.
Berbeda dengan orang sakit yang masih mempunyai kemungkinan sembuh, maka mereka tidak mendapatkan kewajiban fidiah. Jadi, hanya orang sakit yang tidak memiliki peluang sembuh yang wajib membayar fidiah di kemudian hari.
3. Orang Tua Renta
Kategori berikutnya yang diperbolehkan menggunakan cara fidiah untuk membayar hutang puasa adalah orang tua renta, seperti nenek ataupun kakek yang kondisinya sudah tidak bisa lagi melaksanakan puasa.
Dimana kategori tersebut juga lepas dari tuntutan atau kewajiban mengganti puasa dengan qadha, karena dikhawatirkan bisa menimbulkan kepayahan. Kewajiban puasa tersebut dapat digantikan dengan membayar 1 mud fidiah dikalikan dengan jumlah puasa yang ditinggalkan.
4. Orang yang Mengakhirkan Qadha Ramadhan
Hutang puasa harus lunas sebelum bulan Ramadan selanjutnya datang. Jika kamu menundanya sampai tidak terbayar saat bulan Ramadan datang kembali, maka diwajibkan untuk membayar fidiah sebanyak satu mud dikalikan dengan jumlah hutang puasa.
Menurut Al-Ashah, fidiah tersebut berlaku kelipatan. Jadi, misalnya saja hutang puasa di tahun 2020 belum terbayarkan sampai bertemu dengan Ramadan 2022, maka kewajiban fidiah dikalikan dua atau digandakan menjadi dua mud.
5. Orang yang Sudah Meninggal
Terakhir, yaitu orang yang sudah meninggal. Berdasarkan fiqih Syafi’i, kategori yang satu ini terbagi menjadi dua, yaitu:
Seseorang meninggal yang tidak wajib membayar fidiah karena disebabkan oleh uzur atau tidak mempunyai kesempatan untuk mengganti hutang puasa. Misalnya saja, saat seseorang mengalami sakit sampai Ia meninggal dunia.
Kedua adalah orang meninggal yang wajib mengganti hutang puasa, karena sebelumnya masih mempunyai kesempatan untuk mengganti hutang puasa tapi tidak dilakukan. Sehingga ahli waris harus membayarkan fidiah menggunakan harta peninggalan almarhum apabila memang mencukupi. Akan tetapi, dalam beberapa pendapat, juga ada yang menyebutkan bahwa ahli waris boleh memilih, antara membayar fidiah atau melaksanakan puasa untuk almarhum. (*)