PADANG, HARIANHALUAN.ID — Peneliti Revolt Institute, Eka Vidya Putra menilai, Sumatera Barat (Sumbar) dengan segala keterbatasannya tentu membutuhkan Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk memaksimalkan potensi ekonomi daerah.
Namun demikian, perencanaan PSN yang akan dibangun atau dilaksanakan di Sumbar harus dipastikan berjalan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat terdampak. Bukan malah membuat masyarakat terusir dari tanahnya sendiri.
“Ini sangat penting untuk dipastikan. Pemerintah tidak boleh terlalu berpihak kepada investor. Kesejahteraan dan keselamatan masyarakat adalah hal yang paling utama,” ujarnya kepada Haluan, Rabu (27/3).
Eka Vidya menerangkan, dalam konsep otonomi daerah dan desentralisasi, pemerintah pusat telah memberikan ruang bagi daerah untuk memaksimalkan dan mengembangkan segala potensi ekonomi yang ada.
Namun begitu, bukan berarti daerah tidak lagi membutuhkan uluran tangan negara untuk mengembangkan potensi ekonominya. Sebab kenyataannya, Jakarta masih menarik dana bagi hasil dari daerah-daerah yang kaya akan sumber daya alam.
“Nah, lalu program atau PSN seperti apa yang perlu dijalankan pemerintah pusat di daerah atau Sumbar? Kalau menurut saya ya seperti pembangunan jalan raya, jembatan, fly over, bandara, jalur kereta api, dan sebagainya,” ujar Eka.
Eka Vidya beralasan, sejumlah infrastruktur tersebut merupakan penunjang akses transportasi dan distribusi serta penghubung antardaerah, yang notabene diperlukan dalam aktivitas perdagangan dan jasa.
Ketersediaan dan kelayakan sejumlah infrastruktur penting itu sangat menentukan dan mempengaruhi kemampuan daerah untuk memaksimalkan potensi ekonomi lokal yang dimiliki.
Oleh karena itu, apabila dalam proses pembangunan sejumlah infrastruktur penting dan vital itu terjadi suatu permasalahan, misalnya terkait pembebasan lahan, konflik agraria, dan sebagainya, negara atau pemerintah di segala level harus hadir untuk mencarikan jalan keluarnya.
“Saya kira, adanya penolakan, gejolak, atau riak di tengah masyarakat saat akan adanya rencana investasi atau pembangunan, harus diselesaikan dan dicarikan solusinya. Jangan pula dipakai strategi belah bambu,” ucap Eka.
Meskipun Sumbar memang membutuhkan PSN untuk mengoptimalkan sumber daya ekonomi lokal, menyerap tenaga kerja dan sebagainya, menurut Eka Sumbar tidak boleh menjadi daerah bermental pengemis.
Hal ini karena bagi pemerintah pusat, membangun daerah adalah kewajiban. Biar bagaimanapun, pusat juga menarik dana maupun pajak dari rakyat maupun daerah lewat berbagai skema. “Artinya, daripada mengemis proyek yang sebenarnya adalah hak daerah yang berada di tangan pusat, akan lebih cerdas lagi jika visi yang dilakukan kepala daerah maupun elit daerah adalah berupa program pengembangan investasi atau mengundang investor ke daerah,” ujarnya.
Eka menekankan, mencari investasi yang dibutuhkan untuk membangun daerah sebenarnya tidaklah menjadi tugas pemerintah daerah saja. Lebih dari itu, para pengusaha di daerah, utamanya yang berhimpun dalam Kamar Dagang Industri (Kadin), semestinya juga harus ambil bagian dalam upaya itu.
“Beda cerita jika Kadin telah membawa investor namun pemerintah daerah tidak menyediakan regulasi. Jika ini terjadi, baru kita bisa menyalahkan pemerintah daerah 100 persen. Sekarang kan tidak, mereka juga tidak membawa apa-apa,” katanya.
Menurutnya, hari ini di Sumbar terlalu banyak pengusaha APBD yang keberlangsungan usahanya sangat tergantung kepada ketersediaan APBD. “Makanya pengusaha-pengusaha ini selalu resah soal siapa yang menjadi bupati dan gubernur. Jika gubernur atau bupati bukan orang-orang dia, anggaran ini tidak bisa mereka nikmati,” katanya. (*)