“Proyek jalan tol itu membutuhkan investasi yang besar, makanya PSN dibutuhkan. Atau barangkali di bidang pertanian, untuk daerah-daerah yang memang menjadi embung irigasi dan seterusnya. Itu juga perlu di Sumbar apabila ingin pertanian maju. Karena bagaimanapun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Sumbar paling besar itu ada di sektor pertanian. Maka menurut saya itu harus ditambahkan,” ujarnya.
Di lain pihak, persoalan Sumbar yang “tidak nyaman” investasi harus menjadi pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan pemerintah dan investor. Lebih-lebih dalam hal pendekatan kepada masyarakat.
“Di Sumbar, persoalan tanah ulayat atau tanah kaum memang bukan persoalan personal. Pendekatannya juga harus dengan pendekatan komunal dengan masyarakat dan tokoh-tokoh adat. Walaupun mereka tidak punya hak milik, tapi mereka yang menjaga itu,” ucapnya.
Asrinaldi melihat persoalannya adalah cara masuk yang selama ini yang tidak pas. Hal itulah yang harus diselesaikan oleh pemerintah daerah (pemda). Pemda, ujarnya, harus memberi tahu masyarakat, karena bagaimanapun masyarakat juga punya pengetahuan dan informasi terbatas.
“Di samping itu, proyek nasional juga sangat tergantung pada political will presiden. Karena presiden menganggap apa yang mereka kerjakan selama ini tidak mendapatkan dukungan masyarakat Sumbar, tentu mereka tidak mau lagi. Itu yang jadi persoalannya,” tutur Asrinaldi. (*)