PADANG, HARIANHALUAN.ID- Pemprov Sumbar memasang papan pengumuman penghentian sementara aktivitas tambang yang dilakukan tiga perusahaan di Nagari Aie Dingin, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Jumat (3/5/2024).
Pemasangan dilakukan di areal operasi PT. Sirtu Air Dingin, PT. Bukit Villa Putri serta CV. Putra YLM oleh Dinas Lingkungan Hidup ,Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Satpol PP serta perwakilan Inspektur Tambang Kementerian ESDM Provinsi Sumatera Barat.
Penutupan dilakukan berdasarkan Surat Dinas ESDM Nomor 540/348/BP/DESDM-2024 tanggal 4 April 2024 untuk PT. Sirtu Air Dingin serta Surat Dinas ESDM Nomor 540/349/DESDM-2024 tanggal 4 April 2024 untuk PT. Bukit Villa Putri.
Penjatuhan sanksi Administratif paksaan pemerintah bagi ketiga perusahaan itu, dijatuhkan berdasarkan SK Kadis Lingkungan Hidup Prov Sumbar Nomor 660/27/P2KL/DLH/2024 Tanggal 3 April 2024 dan Surat Dinas ESDM Nomor 540/350/BP/DESDM/2024 tanggal 4 April 2024.
Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar, Herry Martinus mengatakan, penutupan aktivitas tambang serta penjatuhan sanksi paksaan kepada tiga perusahaan tambang ini, merupakan bentuk keseriusan Pemprov Sumbar untuk menghentikan kerusakan jalan nasional yang terjadi di Nagari Air Dingin.
“Kita memastikan perusahaan itu tidak lagi beroperasi, setelah itu akan kita akan lakukan evaluasi berdasarkan hasil rekomendasi pengawasan teknis dari Inspektorat Tambang Kementrian ESDM,” ujarnya kepada Haluan Jumat (3/5).
Menurut Herry Martinus, persetujuan Lingkungan PT. Bukit Villa Putri dan PT. Sirtu Air Dingin, diterbitkan oleh Pemkab Solok sedangkan CV. Putra YLM persetujuan lingkungannya diterbitkan Pemprov Sumbar.
Sedangkan pemasangan papan penghentian sementara kegiatan penambangan ini, merupakan komitmen Pemprov Sumbar dalam merespon permasalahan dampak air run off terhadap jalan nasional dan pengguna jalan.
“Selain memasang papan larangan , tim juga melihat penataan lahan dan pengerukan gorong-gorong jalan yang tersumbat dilakukan oleh PT. Bukit Villa Putri,” ucapnya.
Herry juga membantah anggapan atau tudingan yang menyebutkan Pemprov Sumbar tidak serius dalam menangani kerusakan jalan nasional yang ditimbulkan aktivitas tambang legal maupun ilegal di Nagari Aia Dingin Kabupaten Solok.
Ia mengaku, dirinya selaku kepala dinas memang tidak hadir langsung untuk memasang plang larangan aktivitas tambang di tiga perusahaan yang kebetulan dilakukan bersamaan dengan rapat koordinasi dengan Pemkab Solok yang kemudian hanya diwakili pejabat Eselon 2 Pemprov Sumbar.
Absennya Kadis ESDM Sumbar pada forum itu, juga dipersoalkan Bupati Solok Epyardi Asda yang mengaku kecewa atas sikap yang dinilainya merupakan bentuk ketidakseriusan Pemprov Sumbar ini.
“Saya rapat di Kantor Gubernur. Tidak serius bagaimana? Dari awal kami sudah melakukan rapat secara marathon, mengeluarkan dokumen ini itu, melakukan ini itu, “ucapnya.
“Bahkan kami juga mengkoordinasikan dengan Balai Wilayah Jalan. Jadi tidak serius bagaimana lagi? Kalau tidak serius tidak begitu kami bekerja,” tambahnya.
Herry Martinus menuturkan, Pemprov Sumbar lewat Dinas ESDM bahkan juga mengajak Balai Wilayah Jalan dalam setiap rapat.
Hasilnya pun dilaporkan kepada Dirjen Bina Marga. Sementara proses pencabutan izin yang dikantongi tiga perusahaan tambang legal ini, tidak bisa semerta-merta dicabut saat itu juga.
Melainkan Ada tahapan demi tahapan yang harus dilalui. Termasuk menunggu rekomendasi dari Inspektorat Tambang Kementrian ESDM.
“Ada tahapan-tahapan administrasi yang kita lakukan, disamping itu kita juga meminta mereka untuk lakukan reklamasi. Jadi tahapan-tahapan seperti ini harus kita lakukan karena kewajiban-kewajiban itu harus mereka penuhi,” ucapnya.
Ia menyebut, kedepannya pihaknya akan segera melakukan pengecekan terhadap luasan tambang yang telah dibuka oleh tiga perusahaan itu. Kemudian menentukan berapa luasan lahan bekas tambang yang harus di reklamasi atau dipulihkan kembali.
“Jadi kita cek berapa luas yang sudah mereka buka, kemudian berapa yang harus mereka reklamasi luasannya. Tahapan selanjutnya akan kita lakukan. Kita tidak diam kok,” tegasnya.
Ia menyampaikan, operasi tambang tiga perusahaan itu kini telah dihentikan dan akan dilakukan evaluasi secara ketat apakah masih layak diteruskan atau ditutup secara permanen.
“Yang jelas PT Sirtu Air dingin di bulan Agustus nanti izinnya akan habis, yang satu lagi PT Bukit Villa akan kita evaluasi secara ketat, kalau memang tidak memungkinkan akan kota tutup secara permanan, Yang satu lagi, lokasinya kan jauh diatas, tidak terlalu dekat dengan jalan umum. Jadi mereka harus melakukan upaya agar air tidak langsung masuk ke jalan Nasional atau jalan negara,” pungkasnya.
Senada dengan itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumbar, Tasliatul Fuadi menjelaskan, selain telah dijatuhi sanksi, ketiga perusahaan juga diminta untuk segera melakukan pemulihan jangka pendek maupun jangka panjang di daerah itu.
“Pemulihan lingkungan jangka pendek, harus dilakukan karena mereka menimbun jalan, ada beberapa gorong-gorong yang tertutup, dan itu yang sedang mereka perbaiki agar aliran air bisa disalurkan,” ujarnya kepada Haluan, Jumat (3/5).
Sementara pemulihan lingkungan lahan eks tambang secara jangka panjang, menurut Fuadi baru akan dilakukan setelah diperolehnza kepastian soal status perizinan ketiga perusahaan itu.
“Kalau tambang itu, untuk melakukan penanaman kembali atau pemulihan lingkungan, baru bisa dilakukan setelah habis berlaku masa izin, setelah ijinnya tidak diperpanjang lagi atau ditutup, maka disitulah nanti baru akan ada kewajiban pemulihan lingkungan,” ucapnya.
Selama beroperasinya tiga perusahaan tambang ini, menurut Fuadi , aliran air dari lokasi tambang mengalir ke jalan nasional sehingga seringkali menyebabkan longsoran.
Atas dasar itu saat ini PT. Bukit Villa Putri sedang mengusahakan pembuatan parit agar aliran air dari lokasi tambang tidak lagi mengalir ke sebagian badan jalan.
Ia mengatakan, pemasangan plang penghentian sementara yang dilakukan Dinas ESDM Sumbar, adalah bagian dari tahapan penerapan sanksi. Artinya ketiga perusahaan harus menjalankan kewajiban sesuai dengan dokumen persetujuan lingkungan.
“Hasil temuan pemeriksaan sebelumnya, ada kewajiban dalam dokumen tapi tidak dilaksanakan, makanya dijatuhkan sanksi,” pungkasnya. (*)