PADANG, HARIANHALUAN.ID — Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Sumbar, Prof. Isril Berd juga mengingatkan masyarakat Sumbar untuk mewaspadai risiko ancaman bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang dan tanah longsor yang diprediksi akan semakin meningkat.
Isril Berd menilai, Sumbar rawan dilanda bencana banjir bandang dan tanah longsor karena kondisi geografis, topografi kemiringan, serta semakin berkurangnya tutupan lahan di sejumlah DAS besar.
“Secara geofisik, tutupan DAS Sumbar sudah berkurang. Secara topografi, kemiringan lahan di beberapa daerah juga cukup curam dengan persentasenya lebih dari 50 persen,” ujarnya kepada Haluan, Senin (13/5).
Atas dasar itu, ia meminta masyarakat, terutama pengendara untuk senantiasa berhati-hati. Terutama saat melintasi daerah rawan longsor seperti Sitinjau Lauik, Lubuak Bangku, maupun kawasan Lembah Anai yang kini telah terban dihantam galodo.
Terkait musibah banjir bandang lahar dingin Marapi yang menghantam wilayah Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Padang Panjang beberapa waktu lalu, Isril Berd menilai bencana itu disebabkan oleh banyak faktor.
Salah satunya, kerusakan lingkungan dan alih fungsi lahan secara masif yang terjadi di sepanjang aliran DAS Anai. Kemudian, cuaca ekstrem serta erupsi gunung Marapi yang masih terus memuntahkan abu vulkanik dan material lainnya.
“Sementara topografi kita banyak lereng terjal, pohon-pohon sudah banyak yang rusak. Tutupan lahan pun sudah tidak utuh lagi. Jadi usaha terbaik sebenarnya adalah menghindari risiko jatuhnya korban harta maupun nyawa,” ucapnya.
Ia menyebut, pemda mungkin bisa saja melakukan relokasi atau memindahkan masyarakat dari kawasan rawan erupsi Marapi, seperti halnya yang telah di lakukan di Sulawesi. Selain opsi itu, dalam upaya meminimalisasi risiko, pemerintah juga bisa membuat tanggul-tanggul atau kolam retensi penampungan aliran lahar Marapi supaya tidak meluber ke wilayah pemukiman. “Namun yang terpenting adalah pemetaan daerah rawan. Terkait ini, pemetaan sebenarnya sudah ada, tapi tidak pernah dipedulikan, Inilah masalahnya,” katanya.
Isril Berd menilai, dalam menjalankan pembangunan, pemerintah daerah maupun pelaku usaha di Sumbar masih sering mengabaikan zonasi kawasan, Rancangan Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW), hingga Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (RPDAS) Terpadu yang telah ada.
Kondisi itu dapat dilihat dari berdiri dan mulai menjamurnya bangunan-bangunan kafe, restoran, hotel, maupun tempat pemandian di sepanjang aliran DAS Anai yang seharusnya adalah kawasan lindung.
“Kami sudah lama mengingatkan situasi seperti ini kepada masyarakat dan pemilik restoran di sana, tapi tidak ditanggapi. Akhirnya, alam yang menanggapinya, sehingga akhirnya cafe Xakapa hilang sendiri diterjang banjir bandang,” tuturnya. (*)