PADANG, HARIANHALUAN.ID – Ahli Geologi dan Vulkanologi Sumatra Barat, Ade Edward menilai, pemerintah daerah Sumatra Barat, telah lalai dalam menyiapkan langkah mitigasi dan antisipasi bencana penyerta lanjutan erupsi gunung Marapi yakninya banjir bandang lahar dingin.
Menurut Ade Edward, dibandingkan dengan debu vulkanik, banjir lahar dingin justru jauh lebih berbahaya. Bencana ini sewaktu-waktu bahkan dapat mengancam keselamatan masyarakat yang bermukim di luar radius zona bahaya pada saat musim hujan.
“Makanya jumlah korban jiwa paling banyak itu timbul dari banjir lahar dingin. Bukannya dari bencana erupsi atau abu vulkanik yang bisa dihindari hanya dengan memakai masker. Ancaman ini bahkan sudah diingatkan sejak bulan Desember pasca erupsi pertama gunung Marapi,” ujarnya kepada Haluan Minggu (12/5).
Ade Edward menekankan, terjadinyabbencana banjir bandang sebenarnya sudah dapat diprediksi sejak pertama kali Gunung Marapi meletus. Oleh karena itu, pemerintah daerah dan stakeholder terkait , seharusnya sudah menyiapkan langkah-langkah dan rencana mitigasi bencana sejak awal.
Termasuk opsi relokasi masyarakat yang bermukim di sekitaran puluhan aliran sungai yang berhulu di kawasan puncak Gunung Marapi ke lokasi yang lebih aman sesuai dengan peta kerawanan bencana yang telah ada sebelumnya.
“Ini yang tidak dilakukan karena memang mitigasi bencana kita sangat abai atau lemah. Bahkan sejak Marapi berstatus siaga, sampai sekarang pun tidak terlihat adanya upaya mitigasi atau pengurangan risiko bencana seperti kegiatan pelatihan, simulasi dan sebagainya,” ucapnya.
Ketiadaan program penguatan mitigasi dan pengurangan resiko bencana bagi masyarakat ini, sangat kontras dan sangat disayangkan sekali.
Apalagi mengingat Sumbar baru saja ditunjuk pemerintah pusat sebagai tuan rumah penyelenggaraan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional (HKBN) pada bulan April lalu. Namun saat itu, tema besar yang diangkat malah soal bencana gempa dan tsunami.
“Kan lucu, yang berstatus siaga adalah gunung Marapi, tapi latihan kesiapsiagaannya tentang gempa dan Tsunami. Jadi memang kita tidak tepat dalam menangani ancaman bencana yang ada. Ini yang kita sayangkan,” ucapnya.
Ia menyayangkan pengabaian resiko bencana ini. Padahal, terjangan bencana banjir lahar dingin yang melanda daerah Bukik Batabuah Kabupaten Agam di bulan April lalu, harusnya bisa membuat pemerintah daerah lebih Aware atau lebih siap dalam menghadapi potensi ancaman bencana lanjutan Gunung Marapi.
Banyaknya jumlah korban jiwa yang direnggut oleh bencana banjir bandang lahar dingin kali ini, mengindikasikan pemerintah abai dan tidak peka dalam merespon potensi bencana yang sudah ada di pelupuk mata.
Sebab menurutnya, apabila bencana seperti ini tidak disikapi dan diurus dengan serius, maka ancamannya akan semakin membesar dan meluas. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya jumlah Nagari yang menjadi korban dahsyatnya terjangan banjir bandang aliran lahar dingin Marapi kali ini.
“Itu terbukti. Jika dua bulan lalu bencana itu hanya melanda Bukik Batabuah dan sekitarnya saja , maka sekarang sudah meluas bahkan sampai ke daerah yang berada di luar zona 7 kilometer dari puncak. Malah sampai ke Lembah Anai yang jauh dari Marapi,” ucapnya.
Ade Edward menegaskan, bencana tidak dapat ditolak, namun risiko dan dampaknya dapat diminimalisir. Salah satu langkah kongkritnya, adalah dengan memassifkan program edukasi kesiapsiagaan dan kewaspadaan masyarakat yang bermukim di kawasan rawan bencana.
Dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan bencana bagi masyarakat yang bermukim di sepanjang aliran sungai yang berhulu di puncak gunung Marapi ini, Ade Edward bersama Relawan Mitigasi Marapi, telah membuat peta kerawanan bencana digital
Peta kerawanan bencana digital berbasis Google Maps ini, dapat diakses melalui link https://goo.gl/maps/NrjZswZXVZCQfaxdA?g_st=aw . Peta digital ini berisi informasi soal jarak titik lokasi pengguna dari zona bahaya gunung Marapi.
“Aplikasi ini kami kembangkan untuk memudahkan masyarakat yang berada di kawasan Salingka Gunung Marapi untuk mendapatkan informasi terkait jarak lokasi rumah mereka dari zona bahaya erupsi Marapi,” ucapnya,
Namun demikian, Ade Edward tetap mendorong pemerintahan di seluruh Nagari yang dilalui oleh sungai-sungai yang berhulu di Gunung Marapi untuk membentuk atau mengaktifkan kelompok atau relawan-relawan siaga bencana berbasis masyarakat.
Sebab menurutnya, ada sekitar 24 aliran sungai berhulu dari puncak Gunung Marapi yang sewaktu-waktu bisa meluap dan menghanyutkan material erupsi Marapi ke daerah pemukiman pada saat musim penghujan seperti saat ini
“Masyarakat harus monitor cuaca dan sungai di wilayah masing-masing. Lalu kalau ada rumah-rumah yang berada di tepi sungai, evakuasi atau ungsikan saja segera ke tempat yang lebih aman,” pungkasnya mengakhiri (*)