Air Minum Dalam Kemasan di Sumbar Belum Diuji Kandungan Bromat, Masyarakat Diminta Cerdas Membeli

Teks Foto : Diskusi media yang bertema ‘Ada Bromat Berlebih Pada AMDK, Bagaimana Regulasi Melindungi Masyarakat’, Rabu (22/5). FARDIANTO

PADANG, HARIANHALUAN.ID – Setiap orang yang memproduksi atau produsen maupun distributor wajib memenuhi standar pangan yang telah ditetapkan. Pasalnya, isu Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang mengandung senyawa kimia Bromat menjadi pembicaraan di kalangan masyarakat. 

Hal ini disampaikan oleh Pengawas Farmasi dan Makanan BBPOM Padang, Azfrianty sebagai salah satu narasumber dalam acara diskusi media yang bertema ‘Ada Bromat Berlebih Pada AMDK, Bagaimana Regulasi Melindungi Masyarakat’ yang diselenggarakan di salah satu restoran di Padang, Rabu (22/5) kemarin. 

Azfrianty mengatakan, untuk AMDK sudah ada juga regulasinya baik dari SNI maupun kemenperin. Hal ini sesuai UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan, industri wajib mematuhi standar keamanan yang sudah ditetapkan. Kemudian, ambang batas aman untuk bromat sesuai standar SNI adalah 10 ppb. 

BBPOM dalam mengawal AMDK selain menguji bromat namun juga menguji senyawa lain bahkan sampai migrasi plastik. Selain PH air juga dilakukan pengujian cemaran logam berat yang ada dalam AMDK, lalu juga dilakukan pengawasan pre market dan post market.

Selain itu juga dilakukan pemeriksaan di sarana produksi AMDK serta dilakukan sampling dan pengujian. “Ada banyak sekali instrumen yang diperiksa untuk memastikan keamanan untuk AMDK bila di konsumsi oleh masyarakat,” ujarnya. 

Namun yang sangat disayangkan, katanya, sampai saat ini untuk di wilayah Sumbar pengujian Bromat belum bisa dilakukan karena terkendala oleh laboratorium yang belum ada.

Di sisi lain, Guru Besar Lingkungan Universitas Negeri Padang, Prof. Dr. Indang Dewata menyebutkan bromat sebenarnya bukan senyawa yang ada di alam. Bromat muncul dari proses ozonisasi dari air yang mengandung bromida.

Ia menilai salah satu cara untuk mengidentifikasi air kemasan mengandung bromat adalah dengan mengecek sumber air yang digunakan. “Jika sumber air mengandung bromida maka bisa dipastikan air kemasannya mengandung bromat,” katanya.

Ia menyebut faktor yang memengaruhi terbentuknya bromat diantaranya adalah PH Air, konsentrasi ion bromida dalam air, kadar ozon dan lamanya proses ozonisasi atau filterisasi air mengandung bromida.

Sementara itu, Pakar hukum kesehatan dari Universitas Eka Sakti, Dr (cand) Firdaus Diezo mengatakan referensinya tentang bromat sebenarnya cukup luas jika merujuk mesin pencarian secara online. Namun kadang kepedulian masyarakat terkait hal itu masih kurang.

Ia menilai aturan terkait pangan termasuk AMDK sebenarnya sudah lengkap yaitu UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan dan UU No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan. Aturan tersebut menyebutkan produsen wajib mencantumkan informasi kandungan produk pada kemasan termasuk untuk AMDK.

Hanya saja untuk bromat, memang ada aturan khusus yaitu Permenperin No 26. Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perubahan Atas Permenperin No 78M-IND/PER/11/2016 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami, dan Air Minum Embun secara Wajib.

Dalam aturan itu disebut uji bromat untuk sementara waktu tidak dilakukan sampai ada laboratorium yang memiliki kemampuan pengujian yang terakreditasi.

Sementara itu, Plt Ketua YLKI Sumbar Zulnadi menjelaskan saat ini di Sumbar berbagai merk AMDK sudah banyak menjamur, tentunya masyarakat diminta harus cerdas dalam membeli.

“Makanya konsumen harus cerdas. Lihat apakah air minumnya sudah Standar Nasional Indonesia (SNI) atau belum,” ucapnya. (*) 

Exit mobile version