Mengapa #SumbarBangkit?

#SumbarBangkit

Pemimpin Umum/Penanggung Jawab Haluan, Zul Effendi (Wartawan Utama)

HARIANHALUAN.ID – Champions aren’t made in gyms. Champions are made from something they have deep inside them—a desire , a dream, a vision.—Muhammad Ali.

Terjemahan bebas dari kutipan petinju legendaris itu, “juara tidak dibuat di gym. Para juara tercipta dari sesuatu yang mereka miliki jauh di dalam diri mereka keinginan, impian, visi.”

Lalu, apa hubungan kutipan Muhammad Ali dengan seri tulisan #SumbarBangkit yang diterbitkan Haluan sejak momentum Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2024 lalu? Kaitannya adalah, jika keinginan, kemauan, impian dan visi masyarakat Sumatra Barat, kuat; membaja, membara dan bergelora untuk maju, maka daerah ini akan menjadi negeri pemenang. 

Dan, keinginan, kemauan, impian dan visi maju ini, pertama dan utama, mutlak dimiliki oleh setiap pemimpin di daerah ini. Baik pemimpin formal, maupun informal. Mulai pemimpin di level provinsi, kota, dan kabupaten, sampai pemimpin di nagari dan desa. Mulai dari pemimpin eksekutif, legislatif, yudikatif, sampai pemimpin lembaga dan institusi. 

Dari serangkaian wawancara tim #SumbarBangkit Haluan dengan sejumlah nara sumber dari berbagai latar dan kompetensi, tantangan terbesar kita hari ini, terletak pada manusia-nya.  Sumber daya manusia Sumbar yang biasa juga disebut  Minangkabau ini, tidak lagi sekokoh dan setangguh tokoh-tokoh besar yang lahir pada masa pra kemerdekaan dulu.

Tokoh-tokoh sekaliber Bung Hatta, Syahrir, M Yamin, Agus Salim dan Tan Malaka, mereka memiliki keinginan, kemauan, impian dan visi yang kuat; membaja, membara dan bergelora. Mereka tidak hanya berpikir tentang Minangkabau, tapi jauh melampaui itu. Mereka punya impian dan visi besar tentang bangsa dan negara yang bernama Indonesia. Mereka mengaktualkan filosofi budaya ABS-SBK (Adat Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah); membersitkan kekuatan intelektualitas yang dipadu dengan nilai-nilai spiritualitas. Satu kata dan perbuatan. 

Kalau kita lihat rekam jejak para tokoh yang sampai hari ini kita bangga-banggakan itu, keinginan, kemauan, impian dan visi mereka adalah berbuat untuk kebaikkan bangsa dan negara. Berbuat untuk kepentingan orang banyak. Untuk kepentingan rakyat. Untuk kepentingan sesuatu yang lebih besar, jauh di luar kepentingan daerah, etnis, kelompok apalagi diri mereka sendiri. 

Jati diri terbaik ‘urang Minang’ yang direpresentasikan para tokoh-tokoh kharismatik itu, kini kian memudar, kalau tidak boleh disebut tercerabut dan hilang. Hari ini, kita punya keinginan, kemauan dan impian, tapi skopnya kecil, bahkan kerdil. Keinginan dan kemauan kita terbatas pada kepentingan diri kita, keluarga kita, kelompok kita. Kita lebih banyak berpikir tentang apa yang bisa kita dapatkan daripada apa yang bisa kita berikan. Kita manfaatkan posisi dan otoritas kita; untuk meraih apa yang diri, keluarga dan kelompok kita inginkan. Kepentingan bangsa dan negara, kepentingan daerah, kepentingan rakyat; lebih banyak hanya pemanis kata.

Jati diri ‘Urang Minang’  yang jujur, bertanggung jawab, sederhana, santun, sabar, ikhlas, arif dan bijaksana yang tercermin dari tokoh bangsa yang lahir dari rahim Minangkabau tempoe doeloe, kian terkikis oleh pola hidup yang materialistis dan kapitalis. Orang Minang umumnya tahu hadist Nabi yang menyatakan,”sebaik-baik manusia adalah orang yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.”  Tapi, dalam implementasinya, tidak banyak yang mengamalkan. Ujungnya, justru banyak kita yang terjerembab jadi pengikut hedonisme, yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Segala cara akhirnya dihalalkan.  Akhirnya,  peribahasa “mambangkik batang tarandam” sering diterjemahkan oleh banyak orang Minang sebagai upaya supaya jadi kaya raya, berpangkat dan terhormat (Dirwan Ahmad Darwis,  kolom Refleksi #SumbarBangkit, Senin (27/5/2024) lalu.

Sebagian dari kita hari ini, risau. Resah dan gelisah. Bahkan, dari lubuk hati terdalam kita merindukan lahirnya tokoh-tokoh sekelas Buya Hamka, Natsir, Chairil Anwar, Rohana Kudus atau Djamaluddin Adinegoro. Kita pun terkenang pernyataan Prof Emil Salim tentang Sumbar yang akan jadi daerah industri otak. Pun masih bisa kita baca catatan masa lalu, sebelum penumpasan PRRI, Sumbar melesat meninggalkan daerah tetangga, terutama Riau dan Jambi yang hingga 1957 masih bergabung dengan Sumbar dengan nama saat itu, Sumatera Tengah. 

Bahwa berbagai indikator pembangunan seperti yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), Bappeda, Bank Indonesia dan berbagai lembaga resmi lainnya menunjukkan tren positif, adalah sebuah fakta resmi. Pun dengan sederet piagam dan penghargaan yang diraih para kepala daerah di Sumbar, juga kenyataan, adanya. Kita tidak sangkal, itu.

Tapi, maukah juga kita jujur melihat data bahwa penyalahgunaan narkoba di daerah ini, sudah gila-gila-an. Sudah berbilang tahun Polda merilis, Sumbar darurat narkoba. Kasus asusila, Lesbian, Gay, Biseksual dan Transeksual (LGBT) dan angka pengidap Aids-HIV, terus menghantui  Ranah Minang. Kemana pemimpin kita? Ninik Mamak kita? Bundo Kanduang kita? Angku dan Buya kita? Bagaimana kabarnya visi-misi penguatan ABS-SBK para kepala daerah kita? Dimana para wakil rakyat yang akan membela dan memperjuangkan kepentingan rakyat? 

Mengapa #SumbarBangkit?

Sederet pertanyaan bernada risau itulah yang memicu lahirnya seri tulisan #SumbarBangkit. Tidak ada niat untuk menghakimi seseorang atau lembaga. Tak sebersit pun iktikad mencari siapa yang salah. Sebab, kalau mau jujur, kita harus berani mengatakan, yang salah adalah kita bersama. Tujuan utamanya adalah untuk mencari celah, agar Sumbar kita bisa bangkit dan maju. Tentram negerinya, sejahtera dan bahagia rakyatnya.

Lazimnya karya jurnalistik, tentu materinya tidak sedetail dan sekomprehensif tulisan ilmiah. Tapi, paling tidak, Haluan berusaha fair dan menjaga keseimbangan. Pemangku kepentingan, khususnya Pemprov Sumbar diberi porsi memadai untuk merespons topik ini.

Masih banyak kekurangan dari seri tulisan #SumbarBangkit yang terbit sejak 20 Mei 2024. Atas saran dan masukan sejumlah kalangan, Haluan akan menyalurkan kerisauan dan kegelisahan sebagian kita ini dalam halaman, rubrik dan kanal #SumbarBangkit. Baik di edisi cetak Haluan, maupun di platform digital harianhaluan.id dan kanal sosial medianya. Harapannya, semoga kerisauan dan kegelisahan sebagian kita ini, bisa meletup menjadi energi kebaikkan untuk mencapai #SumbarBangkit. Semua pihak, baik di ranah maupun di rantau, kami undang untuk berbagi pikiran dan pandangan. Mohon maaf dan terima kasih. (*)

Oleh Pemimpin Umum/Penanggung Jawab Haluan:  ZUL EFFENDI (Wartawan Utama)

Exit mobile version