Sebab dalam sistem kepartaian serta demokrasi Indonesia saat ini, pada akhirnya membuat semua kebijakan politik, termasuk pembangunan, diputuskan lewat kacamata pertimbangan elektoral pemilu.
“Terjadi perubahan sistem politik, sistem pemerintahan kita tidak begitu efektif. Begitupun dengan aksesibilitas jaringan pemerintahan ke bawah. Dengan bupati/wali kota tidak cukup acceptable, apalagi dengan rakyat yang kini sudah tidak lagi menaruh rasa hormat kepada pemimpinnya,” ucap Pakar Otonomi Daerah Indonesia ini.
Hubungan daerah dengan pemerintah pusat pun, kini tidak lagi begitu baik. Sebab harus diakui, pada masa sekarang ini, baiknya hubungan antara pemerintah pusat dan daerah, sangat ditentukan oleh faktor kemenangan elektoral pilpres dan sebagainya.
“Jadi sakali aia gadang, sakali tapian barubah. Cukup sulit bagi kita untuk mambangkik batang tarandam. Saya meyakini, kejayaan suatu bangsa, itu dipergilirkan. Ini penting untuk kita refleksi. Dulu kita memang hebat, Tapi sekarang tidak lagi. Kita tidak boleh terus-terusan terjebak dengan masa lalu,” ucap Prof Djo.
Meskipun demikian, dengan segala keterbatasan sumber pembiayaan pembangunan yang ada, di tengah realitas politik saat ini, sangat penting bagi Sumbar untuk memiliki kepemimpinan yang acceptable dan dapat diterima semua pihak. Baik itu di skala daerah maupun nasional. “Sebab kepemimpinan seperti itu, sudah pernah terbukti berhasil untuk mewujudkan percepatan pembangunan. Sekalipun kita memiliki sumber daya alam dan jumlah APBD yang sangat terbatas,” ujarnya. (*)