“Seperti Bukittinggi yang sejak zaman penjajahan Belanda, tidak ada destinasi baru kecuali peninggalan sejarah. Namun, itu memberikan manfaat besar bagi pembangunan di sekitarnya,” ujarnya.
Ia menyoroti Tanah Datar dan Sawahlunto sebagai contoh daerah yang berkembang, namun wisatawannya lebih memilih menginap di Bukittinggi.
“Ada daerah yang hanya mendapatkan karcis dari biaya APBD, tetapi ketika memiliki industri, mereka tidak mengeluarkan biaya apapun dan mendapatkan pajak besar. PR Pemprov sekarang adalah memastikan seluruh daerah mendapatkan manfaat dan industri pariwisata tumbuh,” tambahnya.
Menurutnya, Desa Wisata adalah solusi ideal untuk pemerataan manfaat pariwisata. “Seperti di Sawahlunto, kami membangun homestay, dan di Sijunjung ada kampung adat. Sumbar masuk ke dalam 100 besar Desa Wisata. Ini adalah cara untuk pemerataan manfaat pariwisata,” katanya.
Gubernur juga menekankan pentingnya industrialisasi di bidang pertanian untuk meningkatkan pertumbuhan di Sumbar. Namun, ia memperingatkan bahwa industrialisasi besar-besaran dapat menyebabkan pengangguran karena semuanya digantikan oleh mesin.
“Jika pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi ketimpangan besar, itu tidak bisa diterima. Sumbar harus tumbuh tanpa menciptakan ketimpangan,” tuturnya.
Ia menekankan bahwa pemerintah provinsi lebih mengutamakan ekonomi kerakyatan di mana ketimpangan tidak semakin besar sehingga terjadi pemerataan.