PADANG, HARIANHALUAN.ID- Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah, mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Sumbar yang bersumber dari investasi mengalami peningkatan signifikan. Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) tumbuh lebih dari 100 persen, sementara investasi dalam negeri melonjak hingga 217 persen, jauh melampaui target yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
“Target investasi yang melampaui 217 persen ini bukan ditentukan oleh pemerintah provinsi, melainkan oleh pusat. Salah satu alasan mengapa pusat perbelanjaan seperti Indomaret atau Alfamart tidak masuk ke Sumbar adalah karena penolakan dari masyarakat dan proteksi oleh pemerintah provinsi,” kata Mahyeldi saat berbincang dengan Haluan Jumat (24/5) kamarin di Istana Gubernuran Sumbar.
Untuk mengembangkan investasi, Mahyeldi juga mendorong perantau Minang untuk mempromosikan pusat perbelanjaan yang ada di Sumbar agar bisa tumbuh di tempat lain. Ia menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan media dalam upaya ini.
“Jika ingin bangkit, kita tidak bisa melakukannya sendiri. Harus ada kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan media. Jika ada catatan, sampaikan ke pemerintah provinsi, jangan langsung mengimbau investor. Rekomendasi DPRD kepada pemerintah provinsi sering kali berbicara tentang mengoptimalkan aset, tetapi saat dioptimalkan, masyarakat malah mempertanyakan. Ini yang harus kita dorong, bagaimana membentuk kerjasama yang solid,” ucapnya.
Mahyeldi aktif turun ke daerah-daerah perbatasan setiap tahun untuk mendorong perkembangan 19 kota kabupaten. Pada 2021, ia mengunjungi Kabupaten Pasaman, tepatnya di Desa Patamuan yang merupakan daerah pertanian.
Tahun 2022, ia ke Galugua di Lima Puluh Kota, dan pada 2023, ia mengunjungi Langgai di Pesisir Selatan. Setiap kunjungan, ia berfokus pada perbaikan akses dan infrastruktur, seperti pembangunan jalan.
Terkait integrasi dunia pariwisata di Sumbar, Mahyeldi menyatakan bahwa masalah utama bukanlah integrasi, melainkan meratakan kondisi daerah yang tertinggal.
“Seperti Bukittinggi yang sejak zaman penjajahan Belanda, tidak ada destinasi baru kecuali peninggalan sejarah. Namun, itu memberikan manfaat besar bagi pembangunan di sekitarnya,” ujarnya.
Ia menyoroti Tanah Datar dan Sawahlunto sebagai contoh daerah yang berkembang, namun wisatawannya lebih memilih menginap di Bukittinggi.
“Ada daerah yang hanya mendapatkan karcis dari biaya APBD, tetapi ketika memiliki industri, mereka tidak mengeluarkan biaya apapun dan mendapatkan pajak besar. PR Pemprov sekarang adalah memastikan seluruh daerah mendapatkan manfaat dan industri pariwisata tumbuh,” tambahnya.
Menurutnya, Desa Wisata adalah solusi ideal untuk pemerataan manfaat pariwisata. “Seperti di Sawahlunto, kami membangun homestay, dan di Sijunjung ada kampung adat. Sumbar masuk ke dalam 100 besar Desa Wisata. Ini adalah cara untuk pemerataan manfaat pariwisata,” katanya.
Gubernur juga menekankan pentingnya industrialisasi di bidang pertanian untuk meningkatkan pertumbuhan di Sumbar. Namun, ia memperingatkan bahwa industrialisasi besar-besaran dapat menyebabkan pengangguran karena semuanya digantikan oleh mesin.
“Jika pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi ketimpangan besar, itu tidak bisa diterima. Sumbar harus tumbuh tanpa menciptakan ketimpangan,” tuturnya.
Ia menekankan bahwa pemerintah provinsi lebih mengutamakan ekonomi kerakyatan di mana ketimpangan tidak semakin besar sehingga terjadi pemerataan.
“Ketimpangan pendapatan Sumbar adalah nomor tiga terbaik di nasional. Orang-orang hanya melihat pertumbuhan, tetapi jika pertumbuhan tidak berkualitas, ketimpangan akan tumbuh, yang akan berdampak pada gejolak sosial dan ketidakamanan kehidupan masyarakat,” pungkasnya. (*)