PADANG, HARIANHALUAN.ID – Selama tiga tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi di Sumatra Barat (Sumbar) mengalami perlambatan yang signifikan, menjadi tantangan besar bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar). Banyak pihak menilai bahwa salah satu penyebab utama perlambatan ini adalah stagnasi dalam pembangunan infrastruktur.
Meski menghadapi berbagai kendala, Sumbar memiliki potensi besar untuk bangkit. Dengan memperbaiki infrastruktur, meningkatkan investasi, dan mengoptimalkan sumber daya lokal, Pemprov Sumbar dapat mengatasi perlambatan ekonomi dan memulai kembali jalur pertumbuhan yang positif.
Pengamat Ekonomi Unand, Prof. Dr. Elfindri, SE.MA, mengatakan, Sumbar menghadapi tantangan besar dalam mengejar ketertinggalan dibandingkan daerah-daerah Pantai Timur seperti Riau, Jambi, dan Sumatera Utara.
Menurut Elfindri, ketertinggalan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk program pembukaan ruas jalan di Pantai Timur dan perkembangan investasi yang pesat di wilayah tersebut. “Percepatan pembangunan di pantai timur jauh lebih cepat, meskipun kontribusi sektor pertanian dan pariwisata di Sumbar masih cukup tinggi,” ujar Elfindri.
Infrastruktur jalan yang kurang memadai telah menjadi kendala utama bagi Sumbar, bahkan sebelum bencana alam melanda. “Pada musim liburan, potensi wisata Sumbar sebenarnya sangat besar, namun infrastruktur yang tidak memadai menyebabkan penurunan kunjungan,” ujar Elfindri.
Pembangunan jalan tol di daerah-daerah lain, seperti Riau berjalan 10 kali lebih cepat dibandingkan di Sumbar, mengakibatkan daerah-daerah tersebut bangkit lebih cepat. “Infrastruktur yang baik sangat penting untuk mengejar ketertinggalan. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), sektor pendukung pertanian, pariwisata dan pengolahan perlu digarap serius,” kata Elfindri.
Meskipun infrastruktur dan tingkah laku masyarakat menjadi hambatan, Sumbar memiliki keunggulan dalam menjaga sumber daya alam dan penurunan persentase orang miskin. “Dalam penurunan angka kemiskinan, Sumbar jauh lebih baik dibandingkan provinsi tetangga. Dari segi penjagaan SDA, kita juga lebih baik dengan insiden kebakaran dan gangguan hutan yang rendah,” ucap Elfindri.
Sumbar memiliki potensi besar dalam keindahan alam yang tidak dimiliki daerah lain. Namun, tanpa dukungan infrastruktur yang memadai dan perubahan perilaku masyarakat, potensi tersebut sulit untuk dimaksimalkan. Dengan eksekusi talenta dan kepemimpinan yang proaktif, Sumbar memiliki peluang besar untuk bangkit dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
“Dengan eksekusi talenta yang tepat dan leadership yang kuat, Sumbar bisa bangkit dan mencapai target pertumbuhan ekonomi 6,5 persen, serta membuka ruas jalan menuju daerah timur dalam lima tahun ke depan,” tutup Elfindri.
Sementara itu, Guru Besar Ekonomi Universitas Andalas (Unand), Prof. Dr Firwan Tan, SE, M.Ec., DEA.Ing., mengungkapkan, pembangunan jalan tol di Sumbar hingga kini masih belum selesai, meskipun infrastruktur menjadi prioritas pembangunan nasional selama 10 tahun terakhir. Sumbar dinilai kurang memanfaatkan program nasional tersebut secara maksimal.
“Jalan biasa sudah tidak mampu lagi menampung arus lalu lintas kendaraan, sehingga diperlukan aksi cepat untuk menyelesaikan jalan tol Sumbar. Kendaraan yang bergerak lambat menyebabkan biaya tambahan dan menggerogoti ekonomi rakyat. Infrastruktur adalah kunci, kita tidak boleh mengabaikan masalah ini,” ujarnya.
Beberapa hari lalu, Sumbar dilanda bencana galodo di Kabupaten Agam. Kejadian ini jelas mengganggu pergerakan ekonomi di Sumbar. Sebagian besar masyarakat di daerah tersebut bekerja sebagai petani yang berladang di lereng gunung, sehingga bencana ini berdampak signifikan pada mata pencaharian mereka. Selain itu, bencana ini juga mempengaruhi minat investasi dari luar, karena investor melihat Sumbar sebagai tempat yang kurang aman untuk berinvestasi.
“Padahal, pertumbuhan ekonomi Sumbar saat ini belum stabil, ditambah lagi dengan bencana besar yang melumpuhkan akses jalan. Bagaimana perekonomian akan bergerak jika mobilitas rendah?” ujarnya.
Dengan berbagai tantangan ini, penyelesaian jalan tol dan peningkatan infrastruktur menjadi semakin mendesak untuk memastikan perekonomian Sumbar dapat bangkit dan berkembang lebih baik di masa depan.
Di sisi lain, Tokoh Intelektual Sumbar, Prof. Dr. Djohermansyah Djohan menuturkan, Sumbar menghadapi tantangan besar dalam pembangunan, terutama karena sumber daya alam yang terbatas dan posisi geografis yang menghadap Samudra Hindia. Dengan APBD sekitar 6-7 triliun rupiah, Sumbar jelas kalah saing dibandingkan provinsi-provinsi lain yang memiliki APBD jauh lebih besar.
Provinsi seperti Riau dengan APBD sekitar Rp31,83 triliun, DKI Jakarta dengan Rp81,71 triliun, dan Aceh dengan Rp48,59 triliun berada jauh di depan dalam hal alokasi anggaran untuk pembangunan.
“Pada momentum Hari Kebangkitan Nasional ini, kita harus mengadopsi paradigma baru. Naif jika kita bermimpi ingin mengalahkan provinsi lain yang memiliki APBD jauh lebih besar,” ujar Prof Djoehermansyah Djohan.
Dengan APBD yang kecil dan kemandirian fiskal yang rendah, Prof Djo menyarankan agar Sumbar membandingkan kemajuannya dengan provinsi menengah ke bawah yang memiliki APBD di bawah Rp10 triliun, seperti Bengkulu dan Gorontalo.
Meski dengan keterbatasan anggaran, kepemimpinan yang dapat diterima semua pihak sangat penting untuk mendorong percepatan pembangunan. “Kepemimpinan yang inklusif telah terbukti berhasil mewujudkan percepatan pembangunan, meskipun dengan sumber daya alam dan APBD yang terbatas,” katanya.
Untuk mendorong percepatan pembangunan, Prof Djo mengajak pemerintah daerah Sumbar untuk memaksimalkan potensi ekonomi yang ada. Sektor pertanian, pariwisata, dan diaspora Minang yang tersebar di berbagai penjuru dunia merupakan aset berharga yang perlu diberdayakan.
“Sumbar yang memiliki filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), harus mampu mengembangkan potensi ekonomi keuangan syariah, industri halal dan sebagainya. Kita harus membuat pusat perhatian terhadap potensi ini,” tuturnya.
Dengan mengoptimalkan potensi yang ada dan mengadopsi kepemimpinan yang inklusif, Sumbar memiliki peluang untuk bangkit dan berkembang meskipun di tengah keterbatasan anggaran dan sumber daya. (*)