Di sisi lain, Tokoh Intelektual Sumbar, Prof. Dr. Djohermansyah Djohan menuturkan, Sumbar menghadapi tantangan besar dalam pembangunan, terutama karena sumber daya alam yang terbatas dan posisi geografis yang menghadap Samudra Hindia. Dengan APBD sekitar 6-7 triliun rupiah, Sumbar jelas kalah saing dibandingkan provinsi-provinsi lain yang memiliki APBD jauh lebih besar.
Provinsi seperti Riau dengan APBD sekitar Rp31,83 triliun, DKI Jakarta dengan Rp81,71 triliun, dan Aceh dengan Rp48,59 triliun berada jauh di depan dalam hal alokasi anggaran untuk pembangunan.
“Pada momentum Hari Kebangkitan Nasional ini, kita harus mengadopsi paradigma baru. Naif jika kita bermimpi ingin mengalahkan provinsi lain yang memiliki APBD jauh lebih besar,” ujar Prof Djoehermansyah Djohan.
Dengan APBD yang kecil dan kemandirian fiskal yang rendah, Prof Djo menyarankan agar Sumbar membandingkan kemajuannya dengan provinsi menengah ke bawah yang memiliki APBD di bawah Rp10 triliun, seperti Bengkulu dan Gorontalo.
Meski dengan keterbatasan anggaran, kepemimpinan yang dapat diterima semua pihak sangat penting untuk mendorong percepatan pembangunan. “Kepemimpinan yang inklusif telah terbukti berhasil mewujudkan percepatan pembangunan, meskipun dengan sumber daya alam dan APBD yang terbatas,” katanya.
Untuk mendorong percepatan pembangunan, Prof Djo mengajak pemerintah daerah Sumbar untuk memaksimalkan potensi ekonomi yang ada. Sektor pertanian, pariwisata, dan diaspora Minang yang tersebar di berbagai penjuru dunia merupakan aset berharga yang perlu diberdayakan.
“Sumbar yang memiliki filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), harus mampu mengembangkan potensi ekonomi keuangan syariah, industri halal dan sebagainya. Kita harus membuat pusat perhatian terhadap potensi ini,” tuturnya.
Dengan mengoptimalkan potensi yang ada dan mengadopsi kepemimpinan yang inklusif, Sumbar memiliki peluang untuk bangkit dan berkembang meskipun di tengah keterbatasan anggaran dan sumber daya. (*)