PADANG, HARIANHALUAN.ID— Rencana Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk Pemilihan DPD RI di Sumatra Barat usai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Irman Gusman berpotensi memunculkan sejumlah persoalan.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Andalas, Prof. Asrinaldi menyebutkan, putusan MK yang mengabulkan gugatan Irman Gusman merupakan sebuah bukti keadilan yang tentunya harus dilaksanakan oleh KPU. karena bersifat final and binding (mengikat).
“Putusan itu dalam 45 hari harus dilaksanakan di seluruh daerah di Sumbar. Dengan kata lain, setiap calon memang harus mempersiapkan dirinya kembali untuk bisa memenangkan dukungan masyarakat dalam pemungutan suara ulang di Sumbar nantinya,” ujar Asrinaldi.
Meskipun demikian, ia melihat partisipasi masyarakat dalam pemungutan suara ulang nanti tidak akan sama dengan pemilihan serentak yang dilakukan beberapa waktu lalu. Hal ini karena DPD selama ini juga tidak begitu dikenal oleh masyarakat, sehingga masyarakat tidak tahu apa manfaatnya bagi mereka memilih kandidat DPD.
“Ada dua cara yang bisa dilakukan dalam kondisi ini. Pertama dari KPU sendiri, bagaimana mereka akan menggencarkan sosialisasi untuk PSU. Kedua, untuk para calon harus mendatangi kembali para konstituen untuk menguatkan kembali komitmen mereka. Jika tidak, maka angka partisipasi akan jauh menurun,” katanya.
Sosialisasi KPU tersebut meliputi upaya mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi penuh dalam PSU dan bagaimana mengajak para pemilih baru yang sudah cukup umur untuk memilih pada PSU.
“Nanti akan ada pemutakhiran data yang akan dirancang oleh KPU. Barangkali KPU juga tidak akan terkonsentrasi penuh untuk PSU, karena bagaimanapun saat ini KPU juga mempersiapkan segala sesuatunya untuk pilkada,” ucapnya.
Asrinaldi menuturkan, PSU yang akan diselenggarakan tersebut akan cukup merogoh anggaran karena berkaitan dengan persiapan
pemungutan suara. “Paling jelas itu cetak surat suara. Untuk cetak surat suara saja itu sudah tidak tanggung-tanggung anggarannya. Kemudian pembentukan badan ad hoc. Ini jelas akan menelan anggaran yang tidak sedikit,” tuturnya.
Terpisah, pengamat politik dari Universitas Negeri Padang (UNP), Reno Fernandes mengungkapkan KPU akan menghadapi beberapa kendala dalam menjalankan putusan MK untuk melakukan PSU tersebut.
Penyelenggara pemilu pada tingkat bawah meliputi KPPS dan pengawas TPS yang sudah dibubarkan akan menjadi salah satu kendala yang akan membuat KPU sedikit bekerja keras.
“Saat ini, memang benar sudah dibentuk kembali tim PPK PPS, yang mana SK mereka untuk pelaksanaan pilkada. Ini tentunya harus menjadi perhatian, apakah akan memakai tim yang sudah dibubarkan ataukah akan memakai tim yang dibentuk untuk pilkada yang akan datang dengan SK yang berbeda,” kata Reno.
Apabila memang tim yang digunakan untuk PSU adalah tim yang sudah terbentuk untuk pilkada yang akan datang, seharusnya akan terjadi lagi proses rekrutmen baru untuk mengeluarkan SK yang baru pula.
“Jika benar, maka SK mereka akan double dan ini akan sangat berpengaruh terhadap penganggaran,” ujarnya.
Lalu, permasalahan lainnya yaitu apakah akan ada penambahan DPT atau hanya akan menggunakan DPT yang lama. Termasuk juga keberadaan pemilih baru, yang saat pemungutan suara ulang di Sumbar dilaksanakan sudah memasuki usia wajib memilih.
“Katakanlah saat pemilu serentak kemarin mereka belum cukup umur, dan saat PSU nanti mereka sudah wajib memilih, ini tentu akan jadi pekerjaan tambahan untuk KPU. Hal seperti inilah yang belum ada teknisnya yang mengatur,” ucap Reno.
Di samping itu, ia juga memprediksi jumlah pemilih pada PSU nanti akan menurun drastis dibandingkan dengan pemilihan serentak beberapa waktu lalu. “Itulah mengapa saya sebutkan bahwa KPU harus bekerja keras, termasuk dalam menyosialisasikan PSU ini kepada masyarakat. Jika ingin meningkatkan partisipasi masyarakat dalam PSU, maka KPU harus proaktif, terlebih dengan tidak adanya kampanye,” kata Reno. (*)